Simak Postur Sementara APBN-P 2015 yang Disetujui DPR

Kesepakatan ini terdiri dari asumsi makro ekonomi Indonesia dan pendapatan negara.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 06 Feb 2015, 13:39 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2015, 13:39 WIB
Rapat Kerja Komisi XI Bahas Asumsi Dasar Makro APBN-P
Rapat kerja komisi XI melanjutkan pembicaraan tingkat pertama pembahasan RUU tentang perubahan APBN 2015 di Gedung DPR RI, Jakarta (22/1/2015). Pembahasan Asumsi Dasar Makro dan Pembiayaan dalam RUU APBN Perubahan TA 2015. (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Anggaran (Banggar) DPR mengetok palu postur sementara Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015. Kesepakatan ini terdiri dari asumsi makro ekonomi Indonesia dan pendapatan negara. 

Kesimpulan ini dibacakan Ketua Banggar DPR dan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dalam Rapat Kerja soal APBN-P tahun ini di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (6/2/2015). 
 
"Kami (Banggar) diberi waktu 30 hari untuk pembahasan RAPBN-P 2015 dan ini sudah sekira 23 hari. Maka hari ini kami akan menetapkan postur sementara APBN-P 2015 dan detailnya akan dibacakan Menkeu," tutur Ahmadi. 
 
Bambang merinci dari pembahasan Panitia Kerja (Panja) A Asumsi, Defisit dan Pembiayaan disepakati asumsi makro dalam postur sementara APBN-P 2015, antara lain :
 
1. Pertumbuhan ekonomi dari 5,8 persen menjadi 5,7 persen
2. Inflasi tetap sebesar 5 persen
3. Tingkat Bunga SPN 3 Bulan tetap diangka 6,2 persen
4. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat melemah dari Rp 12.200 menjadi Rp 12.500
5. Harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) turun dari US$ 70 menjadi US$ 60 per barel
6. Lifting minyak bumi dari 849 ribu barel menjadi 825 ribu barel per hari
7. Lifting gas bumi dari 1.177 ribu barel setara minyak menjadi 1.221 ribu barel setara minyal per hari.
8. Volume BBM bersubsidi 17,9  juta kiloliter (kl)
9. Cost recovery menjadi US$ 14 miliar atau turun dari usulan US$ 16,5 miliar. 
 
Kesepakatan Banggar DPR dan pemerintah juga mencakup postur sementara pendapatan negara yang merosot sebesar Rp 7,3 triliun dari Rp 1.769 triliun dalam RAPBN-P 2015 menjadi 1.761,6 triliun. 
 
Ini terjadi karena ada penurunan penerimaan pajak dari migas dan pertambangan menjadi Rp 13,69 triliun dari sebelumnya Rp 13,57 triliun serta Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) merosot Rp 12 triliun menjadi 269,1 triliun. 
 
Sedangkan sebelumnya ditargetkan Rp 281,1 triliun. Sedangkan penerimaan perpajakan menjadi Rp 1.489,3 triliun atau naik Rp 4,7 triliun dari Rp 1.484,6 triliun.  
 
Belanja negara ikut mengalami penurunan Rp 9,1 triliun menjadi Rp 1.985,7 triliun dari sebelumnya Rp 1.994,9 triliun. Terjadi karena belanja pemerintah pusat melorot Rp 6,6 triliun dari Rp 1.330,8 triliun menjadi Rp 1.324,1 triliun serta transfer ke daerah Rp 2,5 triliun menjadi Rp 661,6 triliun dari sebelumnya Rp 664,1 triliun. 
 
Jika diamati dalam postur sementara belanja pemerintah pusat, kata Bambang, anggaran subsidi energi turun signifikan dari Rp 158,4 triliun menjadi Rp 137,8 triliun atau Rp 20,6 triliun. 
 
Disumbang dari melorotnya anggaran subsidi BBM, LPG dan BBN senilai Rp 17,1 triliun menjadi Rp 64,7 triliun dari sebelumnya Rp 81,8 triliun. Dan subsidi listrik dari Rp 76,6 triliun menjadi Rp 73,1 triliu sehingga turun Rp 3,5 triliun. 
 
"Subsidi BBM turun sebagai akibat dari kontraksi harga minyak dunia, kurs rupiah dan turunnya pembayaran carry over Pertamina. Sama juga dengan subsidi listrik karena perubahan ICP dan penundaan penyesuaian tarif listrik," terang Bambang. 
 
Dalam postur sementara, dia menjelaskan, ada pos dana perlindungan sosial sebesar Rp 6,5 triliun. Perubahan pembiayaan anggaran Rp 7,21 triliun berasal dari pengurangan Penyertaan Modal Negara (PMN) pada BUMN sebesar Rp 8 triliun dan penambahan untuk PMN BPJS Kesehatan Rp 3,46 triliun. 
 
Dengan demikian, defisit anggaran turun tipis menjadi Rp 224,1 triliun dari Rp 225,9 triliun atau naik Rp 1,8 triliun. Namun berdasarkan prosentase defisit anggaran pada postur APBN-P 2015 menjadi 1,92 persen terhadap PDB atau mengalami kenaikan dari asumsi Rp 1,90 persen dari PDB. 
 
"Defisit naik karena ada implikasi dari realisasi pertumbuhan ekonomi 2014 sebesar 5,02 persen dan perubahan perhitungan nominal PDB. Kami mengusulkan agar ada pemanfaatan di belanja Kementerian/Lembaga untuk mengurangi defisit," tegas Bambang.  (Fik/Nrm)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya