Rupiah Terpuruk, Anggaran Subsidi Energi Masih Aman

Pemerintahan Joko Widodo memotong anggaran subsidi energi secara signifikan dengan penurunan Rp 206,9 triliun menjadi Rp 137,8 triliun.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 02 Mar 2015, 21:09 WIB
Diterbitkan 02 Mar 2015, 21:09 WIB
SPBU di Jakarta Pusat Stop Jual Solar Bersubsidi
Kebijakan ini dilatarbelakangi turunnya kuota subsidi BBM di APBN-P 2014 dari 48 juta kiloliter menjadi 46 juta kiloliter, Senin (4/8/14). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memastikan anggaran subsidi energi tidak akan membumbung tinggi karena pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Subsidi Solar tetap dipatok Rp 1.000 per liter.

"Bisa berubah (anggaran subsidi) tapi tidak akan banyak, kecuali volume Solar bersubsidi dan elpiji 3 kg ditambah," tutur Direktur Jenderal Anggaran Askolani di Jakarta, Senin (2/3/2015).

Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) telah memotong anggaran subsidi energi secara signifikan dengan penurunan Rp 206,9 triliun menjadi Rp 137,8 triliun dalam APBN-P 2015 dibanding pagu APBN induk 2015 sebesar Rp 344,7 triliun.

Penurunan drastis anggaran subsidi energi, dijelaskan dia, berasal dari anggaran subsidi BBM, elpiji dan bahan bakar nabati (BBN) yang tercatat merosot drastis Rp 211,3 triliun. Dari APBN sebesar Rp 276 triliun menjadi Rp 64,7 triliun di APBN-P 2015.

Askolani mengaku, potensi pergerakan anggaran subsidi akan bertambah jika terjadi migrasi besar-besaran dari pengguna tabung elpiji 12 kg ke ukuran 3 kg.

"Karena kalaupun ada migrasi dari tabung 12 kg ke 3 kg tidak akan setajam dulu yang sampai triliunan rupiah. Tapi subsidi elpiji sudah tidak begitu tinggi, jadi dampaknya tidak signifikan," papar dia.

Katanya, pemerintah akan menghitung rata-rata nilai tukar rupiah selama setahun untuk melihat perubahan yang terjadi pada fiskal. Pemerintah mematok kurs rupiah di angka Rp 12.500 per dolar AS dalam APBN-P 2015.

"Tapi pelemahan rupiah pasti akan menambah defisit. Pokoknya kami lihat dulu selama setahun berapa, jadi masih terlalu dini untuk ditentukan sekarang," tukas Askolani.(Fik/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya