Pemerintah Terus Cari Akal Genjot Penerimaan Pajak

Ditjen Pajak akan menggenjot sektor penerimaan pajak lain meski pajak jalan tol dan deposito batal.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 22 Mar 2015, 09:00 WIB
Diterbitkan 22 Mar 2015, 09:00 WIB
Ilustrasi Pajak
Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah membatalkan dua Peraturan terkait pajak dari 12 usulan dalam rangka mengejar target penerimaan pajak hampir Rp 1.300 triliun dalam APBN-P 2015.

Dua peraturan tersebut adalah penyampaian bukti potong Pajak Penghasilan (PPh) deposito lebih rinci dan soal pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jalan tol sebesar 10 persen.

Penyerahan bukti potong PPh deposito diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen) Nomor PER-01/PJ/2015 tentang pemotongan pajak deposito dan tabungan sebagai bentuk transparansi pengumpulan data dalam upaya mengejar penerimaan pajak.

Penerapan aturan yang terbit pada 26 Januari 2015 itu ditunda sampai waktu yang tidak ditentukan karena terbentur UU kerahasiaan perbankan.

Sementara pengenaan PPN jalan tol 10 persen tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2015 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Jalan Tol. Rencananya pungutan pajak ini diterapkan per 1 April 2015, namun ditunda sesuai perintah Presiden Jokowi.

Atas pembatalan dua peraturan tersebut, Pejabat Pengganti Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak, Wahju K. Tumakaka mengaku, akan terus mencari upaya lain untuk meraup penerimaan pajak sesuai target.  

"Rencananya revisi 12 peraturan pajak, kalau terlaksana dapat tambahan penerimaan sekira lebih dari Rp 20 triliun. Tapi dua batal, bukan berarti akhir dari kehidupan negara ini, belum kiamat. Kami cari yang lain," tegas dia kepada Liputan6.com, Jakarta, Minggu (22/3/2015).

Menurut Wahju, tiga objek pajak populer Ditjen Pajak berasal dari pajak penghasilan, pajak konsumsi dan pajak di sektor properti. Sehingga Unit Eselon I Kementerian Keuangan ini akan fokus dan berkutat pada objek pajak tersebut.

Tudingan pemerintah tidak konsisten dalam menerapkan kebijakan, Wahju  menegaskan, hal itu karena mempertimbangkan segala dampak yang ditimbulkan dari kebijakan itu. Penyesuaian akan dilakukan kala sebuah kebijakan lebih banyak memicu mudharat ketimbang manfaatnya.

"Kalau menimbulkan pengaruh bagi perekonomian, Ditjen Pajak harus bisa menyesuaikan. Setiap kebijakan kami bicarakan, tapi ternyata ada dampaknya," papar dia.

Wahju mencontohkan, pengenaan PPN atas jasa jalan tol 10 persen merupakan salah satu objek pajak yang selama ini belum dipungut. Namun setelah dikaji, masalah datang dari gejolak sosial politik bukan ekonomi.

Sambungnya, imbas PPN jalan tol terhadap inflasi hanya 0,01 persen. Namun pengusaha angkutan yang mensuplai kebutuhan pokok mengeluhkan pungutan pajak tersebut karena akan semakin memberatkan.

"Setiap orang bisa saja men-judge kita tidak konsisten, kenyataannya memang begitu. Tapi kalau pelaksanaannya lebih banyak mudharat ketimbang manfaat, ya kami analisis lagi," imbuh Wahju.

 

Ini Usulan Perubahan Peraturan Pajak

Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, merinci usulan perubahan beberapa peraturan menyangkut pajak, antara lain :

1. Perubahan PMK tentang tarif dan batasan barang mewah yg dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) dengan potensi penerimaan pajak Rp 4 triliun.

2. Perubahan PER Dirjen tentang rincian bukti potong atas bunga deposito dan tabungan. Potensi tambahan setoran Rp 1,25 triliun.

3. Penambahan dalam PMK tentang objek pemungutan PPh pasal 22 atas transaksi ekspor hasil tambang mineral dan batu bara dengan potensi Rp 3,66 triliun.

4. Perubahan PP tentah PPh final persewaan tanah dan bangunan dengan potensi nilai penerimaan setoran sebesar Rp 1,75 triliun.

5. Perubahan PMK tentang jenis jasa lain yang dikenakan PPh pasal 23. Potensinya Rp 4,9 triliun.

6. Perubahan PMK tentang tarif dan DPP PPN atas penyerahan hasil tembakau dengan nilai potensi tambahan pungutan Rp 3 triliun.

7. Perubahan PMK tentang perluasan objek PPh pasal 22 atas barang sangat mewah misal perhiasan mewah. Potensinya sebesar Rp 1 triliun.

8. Perubahan PMK tentang pengenaan PPh pasal 15 atas Wajib Pajak usaha pelayaran. Potensinya Rp 1 triliun.

9. Perubahan PP atas transaksi pengalihan saham (saham pendiri) dengan potensi meraup tambahan setoran Rp 4 triliun.

10. Pengenaan PPN atas penyediaan jasa jalan tol (pengantar Surat Menteri Keuangan kepada Menteri PU-26 Januari 2015). Potensinya Rp 500 miliar.

11. Perubahan PP tentang PPN atas daya listrik antara 2.200 watt-6.600 watt. Potensinya mencapai Rp 2 triliun.

12. Perubahan PP 46 tentang PPh atas WP dengan penghasilan bruto tertentu.

"Total potensinya tambahan setoran pajak dari revisi peraturan ini sebesar Rp 27,06 triliun," pungkas Mardiasmo.(Fik/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya