Ekonomi Dunia Ibarat Tragedi Titanic

Ekonomi dunia pun diibaratkan mengalami masalah serupa dengan yang dialami kapal Titanic.

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 14 Mei 2015, 12:48 WIB
Diterbitkan 14 Mei 2015, 12:48 WIB
Ilustrasi pertumbuhan Ekonomi
Ilustrasi pertumbuhan Ekonomi

Liputan6.com, New York - Perekonomian dunia dapat tenggelam bagaikan Kapal Titanic yang tak punya cukup sekoci untuk membawa penumpang yang selamat kembali ke daratan.

Begitulah Chief Economist HSBC Stephen King mengibaratkan kondisi ekonomi global saat ini. Melansir laman Business Insider, Kamis (14/5/2015), dalam laporannya King memikirkan apa yang akan terjadi jika resesi ekonomi kembali terulang.

Ekonomi dunia pun diibaratkan mengalami masalah serupa dengan yang dialami kapal Titanic. Ekonomi global mengalami resesi dan tak memiliki cukup kapasitas untuk kembali menguat. "Tak cukup 'kapal' untuk berkeliling saat ekonomi global kembali tenggelam," tulis King.

Meski pemulihan sebelumnya memungkinkan para pembuat kebijakan moneter dan fiskal untuk mengisi kembali amunisinya, namun kondisi di AS dan negara lain menjadi berbeda karena cara yang dipakai. Ini pun menjadi masalah besar.

"Dalam seluruh resesi yang pernah terjadi sejak 1970, suku bunga AS telah jatuh sekitar lima persen. Stimulus tradisional itu kini telah dikesampingkan," terang dia.

Menurut dia, AS dan negara-negara lain masih kekurangan amunisi berupa kebijakan tradisional seperti yield yang tak naik, defisit anggaran yang tak berkurang dan kenaikan upah pegawai.

Bahkan dia menyebut terdapat empat pemicu yang dapat menyebabkan resesi berikutnya terjadi. Pertama, pertumbuhan upah yang dinanti-nanti banyak pegawai saat ini dapat menganggu pendapatan perusahaan dan mengurangi laba korporasi yang berkontribusi pada pertumbuhan domestik bruto AS.

Sebagai hasilnya, para pengusaha dan konsumen rumah tangga akan kehilangan kepercayaan pada perekonomian.

Kedua, sistem finansial non perbankan seperti perusahaan asuransi dan lembaga pensiun semakin tidak mampu memenuhi kewajibannya.

Ini akan menyebabkan permintaan besar untuk aset likuiditas, mendorong masyarakat untuk menjual secara terburu-buru meskipun tak ada permintaan uang cukup di pasar. "Kondisi ini dapat memicu resesi," kata dia.

Dorongan-dorongan di luar kendali The Fed termasuk kemungkinan ambruknya ekonomi China dan mata uang tersebut juga dapat memicu resesi.

Harga komoditas yang lemah dapat menyebabkan runtuhnya perekonomian di sejumlah negara berkembang, seiring dengan penguatan dolar AS yang menghantam banyak mata uang.

Terakhir, The Fed dapat menyebabkan resesi lanjutan dengan menaikkan suku bunga terlalu cepat, mengulangi kesalahan Bank Sentral Eropa pada 2011 dan Bank Sentral Jepang pada 2000.(Sis/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya