Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan keberatan atas usulan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan terkait iuran pensiun sebesar 8 persen. Jumlah itu dinilai terlalu besar karena menambah beban perusahaan.
Sekjen API Ernovian G Ismy mengingatkan, selama ini perusahaan tekstil telah mengalami banyak tekanan. Mulai dari kenaikan tarif dasar listrik sampai tuntutan kenaikan upah. "Kita bukan lagi sapi perah, tapi sapi potong," kata dia seperti dikutip Kamis (14/5/2015).
Dia mengatakan, dengan berbagai pungutan seperti dana pensiun berpotensi menambah harga jual produk. Alhasil, produk tekstil Indonesia kembali kehilangan daya saingnya.
Hal tersebut juga dinilai tak sejalan dengan program pemerintah yang bakal menggenjot ekspor sebayak 300 persen.
"Kita mau ngomong daya saing, daya saing dari mana, Kalau barang impor masuk bagaimana?" katanya.
Kepala Divisi SDM Ketenagakerjaan BPJS Ketenagakerjaan Abdul Latif Algaf menilai usulan besaran iuran pensiun 8 persen yang disebut pengusaha sangat besar, sejatinya masih terlalu rendah dibandingkan negara lain.
Dia mencontohkan Malaysia yang memulai tarikan iuran pensiun sebesar 10 persen di masa awal. Saat ini tarikannya mencapai 23 persen. Bahkan Singapura mengenakan pungutan hingga 40 persen.
"Mereka sudah lama karena 8 persen ditawarkan pada angka yang moderat. Sehingga tidak terlalu kecil. Malaysia 10 persen sekarang 23 persen. Singapura 40 persen. Jaminan Hari Tua (JHT) kita terendah di dunia," kata dia.
Menurut dia, dengan pungutan 8 persen para pekerja mendapatkan jaminan di hari tua. Sehingga, pendapatan yang mereka dapat ketika bekerja tidak tergerus ketika berhenti bekerja.