Negara Bisa Tekor Jika Gaji Rp 5 Juta per Bulan Bebas Pajak

Penyesuaian PTKP menjadi Rp 3 juta sebulan sudah ideal sebagai kebijakan proteksi masyarakat berpenghasilan rendah.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 29 Mei 2015, 10:03 WIB
Diterbitkan 29 Mei 2015, 10:03 WIB
Ilustrasi Pajak
Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan menyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk pekerja yang bergaji Rp 3 juta per bulan tahun ini. Sayangnya, pengusaha justru menuntut lebih dengan permintaan Rp 5 juta per bulan bebas pajak.

Usulan pengusaha itu dikritisi Pengamat Perpajakan, Yustinus Prastowo. "Pengusaha mau enaknya, supaya tidak usah menaikkan gaji tapi take home pay naik. Negara yang tekor," tegas dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Jumat (29/5/2015).

Menurut Yustinus, penyesuaian PTKP menjadi Rp 3 juta sebulan sudah ideal sebagai kebijakan proteksi masyarakat berpenghasilan rendah serta meningkatkan daya beli. "Saya kira ini sudah ideal sebagai kebijakan proteksi atau semacam jaring pengaman," cetusnya.

Sebelumnya Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang mengatakan, rencana kenaikan besaran PTKP yang digulirkan pemerintah untuk penerima gaji sebesar Rp 36 juta per tahun atau Rp 3 juta per bulan dinilai masih bisa dimaksimalkan.

"Jangan cuma Rp 3 juta, itu sebenarnya kalau di bawah Rp 5 juta masih layak untuk dibebaskan. Rp 3 juta ini masyarakat kelas menengah ke bawah," kata dia. 

Sarman menilai, pengenaan potongan pajak penghasilan (PPh) sebesar 10 persen terlalu besar dan dinilai memberatkan bagi pekerja berpenghasilan Rp 3 juta ke bawah.

"Karena mau tidak mau mengurangi pengeluaran para pekerja. Kalau PPh 10 persen, kan sudah lumayan besar. Kalau gajinya cuma Rp 3 juta, dia kena Rp 300 ribu," katanya.

Pemerintah memang berencana menaikkan besaran PTKP dari Rp 24 juta setahun menjadi Rp 36 juta per tahun. Itu berarti pegawai dengan gaji Rp 3 juta per bulan tidak lagi dikenakan pajak.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Sigit Priadi Pramudito mengungkapkan kebijakan ini diambil karena adanya kenaikan upah minimum provinsi (UMP). Bahkan ada kota atau kabupaten seperti Karawang sudah menetapkan upah minimum hampir Rp 3 juta per bulan.

"Kalau pendapatan Rp 24 juta per tahun kena pajak itu kasihan karena biaya hidup juga banyak, makanya PTKP dinaikkan,"ungkapnya.

Dengan dinaikkannya batas PTKP, Sigit berharap daya beli masyarakat bisa sehingga akan menggerakkan ekonomi nasional. Meski di sisi lain, Sigit memperkirakan akan ada kehilangan potensi penerimaan pajak sekitar Rp 1 triliun-Rp 2 triliun.

"Kami sudah hitung akan ada loss penerimaan pajak, tapi ekonomi akan jalan karena daya beli masyarakat naik," ungkap dia. (Fik/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya