Nasib Yunani Makin Suram Usai Gagal Bayar Utang

Yunani diperkirakan tidak mampu lagi impor barang dan pangan sehingga membuat dunia usaha mati total.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 08 Jul 2015, 19:45 WIB
Diterbitkan 08 Jul 2015, 19:45 WIB
20150707-Krisis-Yunani-Yunani1
Seorang pendukung mengangkat tangan tanda kemenangan disamping bendera Yunani atas parlemen di Athena, Yunani (6/7/2015). Parlemen Eropa Heald sidang paripurna pada tanggal 7 Juli pada konsekuensi dari hasil referendum Yunani. (REUTERS/Yannis Behrakis)

Liputan6.com, Jakarta - Yunani tengah menghadapi beban berat karena tak sanggup membayar utang kepada para kreditor. Negeri Para Dewa ini bangkrut dan kini ekonominya dihantam badai krisis. Sebenarnya bagaimana kelanjutan nasib Yunani paska gagal bayar utang?

Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia, Anwar Nasution mengungkapkan, Yunani selama ini hidup dalam kondisi besar pasak daripada tiang, artinya besar pengeluaran dibanding pemasukan.

"Kerjanya pinjam uang terus dari luar negeri, sama kayak Indonesia. Mau menyelenggarakan Olimpiade saja, jualan obligasi," ujar dia saat berbincang di Jakarta, Rabu (8/7/2015).

Paska gagal bayar utang, Anwar menjelaskan, seluruh perbankan di Yunani pasti akan tutup. Masyarakat hanya bisa menarik uang dari perbankan sebanyak 20 Euro per hari. Ia menuturkan, dengan uang tersebut, tidak akan cukup untuk membeli satu porsi makan di negara itu.

"Mau beli makan satu porsi saja tidak cukup pakai uang segitu. Apalagi untuk orang tua jompo, kasihan mereka," terangnya.

Ia menambahkan, Yunani pun tidak akan mampu lagi impor barang maupun pangan. Kebangkrutan ini pun diakui dia, akan membuat dunia usaha mati total karena tidak bisa melakukan transaksi ke luar negeri.

"Dunia usaha mati total, turis tidak ada yang mau datang, karena tidak bisa bayar hotel lantaran tidak bisa ambil uang. Itulah yang terjadi," kata Anwar.

Dilema pun menghinggapi Yunani. Lantaran, sambung dia, keluar dari zona Euro pun, Negara itu akan lebih sengsara. Yunani, tambahnya, bukanlah negara pengekspor segala produk atau pun komoditas.

"Keluar dari Euro, Yunani akan lebih mati. Karena dia bukan kayak kita, akibat krisis 1997 ada devaluasi mata uang rupiah dari Rp 2.500 ke Rp 13.000 per dolar AS, ekspor kita meningkat. Orang Sulawesi jadi kaya raya karena ekspor coklat, orang Sumatra kaya karena ekspor sawit. Tapi Yunani tidak ada yang mau diekspor, industrinya cuma turis, tanam kapas dan minyak zaitun. Apanya yang mau diekspor," ketus dia. (Fik/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya