Liputan6.com, New York - Mungkin ini terdengar aneh, namun untuk meningkatkan promosi pada karyawan perempuan maka perusahaan perlu memberi lebih banyak benefit kepada laki-laki.
Bukan sekedar cuti lima hari, tentunya. Para pria ternyata perlu mendapat cuti panjang ketika mereka baru saja memiliki bayi. Hal ini seperti para perempuan yang mendapat cuti melahirkan.
Kantor akuntan publik EY (dahulu bernama Ernst & Young) baru-baru ini mengumumkan kenaikan tingkat promosi karyawan wanitanya. Kenaikannya mencapai 30 persen sepanjang tahun ini dibanding tahun lalu.
Advertisement
Pemicu angka tersebut karena perusahaan membuat kebijakan cuti panjang untuk para ayah. Wakil Direktur EY Nancy Altobello mengatakan, kalau kebijakan ini sudah berlangsung sejak 2006.
Para orang tua baru di kantor EY mendapat gaji selama cuti panjang enam minggu. Para wanitanya mendapat tambahan benefit sebanyak enam minggu.
Dalam perkembangannya, para ayah mulai mengambil cuti ini, meskipun sebuah langkah yang langka. "Hal itu membuat rasa yang berbeda di perusahaan ketika perempuan dan laki-laki sama-sama mengambil cuti panjang dan memahami bagaimana rasanya memiliki bayi baru lahir di rumah," kata Altobello dilansir dari The Huffington Post, Sabtu (11/7/2015).
Banyak perusahaan tidak mendorong para ayah untuk mengambil cuti, bahkan ketika aturan tersebut ada. Faktor ketakutan karier menjadi mandek, persepsi dan tanggapan orang lain melihatnya, menjadi begitu dominan.
Padahal, menurut catatan Families and Work Institute di Amerika Serikat, para ayah sebenarnya ingin lebih banyak terlibat di rumah dan mengambil cuti.
Undang-undang di AS memungkinkan para ayah mengambil cuti tanpa gaji selama 12 minggu jika mereka menginginkannya. Tapi, menurut laporan itu, ada 20 persen perusahaan yang masih tidak menawarkannya.
Di kantor media sosial Facebook, sebanyak setengah dari karyawan laki-lakinya mengambil paternity leave atau cuti pasca anak lahir selama empat bulan.
Dalam sebuah studi oleh Universitas Boston, seorang ayah sempat mengeluhkan stigma yang melekat pada laki-laki kalau mengambil paternity leave. "Mereka mengejek saya. Bahkan seorang partner mengatakan kalau saya hanya punya dua pilihan, menjadi profesional atau karyawan biasa saja," katanya tanpa menyebutkan nama, yang bekerja sebagai konsultan.
EY mengatakan, saatnya para petinggi perusahaan berbicara lebih positif soal paternity leave. "Kami menemukan, pria yang mengambil cuti panjang menjadi pendukung nyata bagi perempuan dan menjadi model untuk karyawan lain soal betapa sulitnya memiliki bayi di rumah," kata Maryella Gockel, salah seorang petinggi EY di AS ketika berbicara di depan senat tahun lalu.
Norwegia, Swedia, dan Jerman telah berhasil menerapkan cuti panjang untuk ayah. Bahkan ketika pria itu tidak mengambilnya, maka keluarganya kehilangan uang benefit. Hasilnya, sebuah studi di Swedia mengatakan, setiap satu bulan ayah mengambil cuti, maka si ibu mendapat potensi kenaikan jabatan yang lebih tinggi.
Sebuah studi lainnya, mendukung bukti tersebut. Ketika hanya wanita yang mendapat cuti melahirkan, maka ia cenderung tidak mendapat promosi dan menghasilkan pekerjaan lebih sedikit dari kolega laki-lakinya.Â
Reporter: Elsa Analet
(Elsa/Ndw)