Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memastikan banyak pertimbangan yang harus dihadapi pemerintah untuk mewujudkan mimpi membangun kereta api (KA) super cepat (high speed railways/HSR) alias Shinkansen di Indonesia tahun ini. Salah satunya masalah anggaran.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub, Hermanto Dwiatmoko mengakui pembangunan kereta api super cepat ada dalam rencana jangka panjang pemerintah di 2030. Namun dia sangat menyangsikan mega proyek ini bakal terealisasi tahun ini.
"Katanya harus groundbreaking 17 Agustus, tapi saya rasa tidak akan bisa. Trase jalan, jalur KA saja belum ditetapkan. Itu masih jauhlah. Kalaupun harus dilakukan segera, tidak menggunakan uang negara," tegas dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Senin (13/7/2015).
Advertisement
Hermanto menuturkan, pemerintah harus memikirkan secara matang pembangunan proyek KA Shinkansen Jakarta-Bandung seperti di Jepang itu. Salah satu pertimbangannya adalah soal keuntungan pihak swasta yang akan menggarap HSR senilai puluhan triliun rupiah.
"Apakah buat swasta bisa menguntungkan dalam jangka panjang? Karena anggarannya Rp 60 triliun. Jadi perkiraan kita kalau mau untung, tarif Shinkansen Jakarta-Bandung Rp 200 ribu per orang dan yang naik harus 100 ribu orang setiap hari. Apa mungkin?," kata Hermanto.
Inilah yang dinilai dia, menjadi pertimbangan utama bagi pemerintah untuk mewujudkan mimpi besar itu. Beban swasta, sambung Hermanto, bisa lebih ringan apabila pemerintah Indonesia membantu dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Tapi tidak mungkin, anggaran Kemenhub prioritas untuk luar Jawa. Karena kalau digelontorkan untuk proyek ini yang menikmati hanya orang Jakarta-Bandung, dan warga di Timur bisa marah," ujar Hermanto.
Namun di sisi lain, jika APBN tidak dikucurkan untuk proyek ini, Hermanto menjelaskan akan memberatkan beban swasta.
"Jika semua ditanggung swasta, tarif bisa lebih tinggi dan tidak ada yang naik. Lalu kalau sudah jalan, apa bisa bertahan? Jangan sampai jalan satu tahun, tidak ada yang naik, terus rugi, siapa yang tanggung jawab, khawatirnya di situ," tegas dia.
Untuk itu, Hermanto mengakui, saat ini China sedang membuat studi kelayakan (feasibility study/FS) tandingan proyek KA Shinkansen Jakarta-Bandung. Sebelumnya Jepang sudah menyelesaikan FS tersebut.
"Makanya kita suruh hitung, benar tidak hitungannya segini. FS-nya belum jadi. Tapi nanti kita bandingkan, cari yang terbaik dan termurah," ujar Hermanto. (Fik/Ahm)