Liputan6.com, New York - Harga emas berjangka membukukan penurunan bulanan terbesar sejak Juni 2013 setelah investor memangkas kepemilikan emas dalam mengantisipasi kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) oleh Federal Reserve (The Fed).
Melansir laman Wall Street Journal, Sabtu (1/8/2015), kontrak emas yang paling aktif diperdagangkan, untuk pengiriman Desember ditutup naik US$ 6,40 (0,6 persen) menjadi US$ 1.095,10 per troy ounce di divisi Comex New York Mercantile Exchange. Kontrak ini telah turun 6,7 persen untuk bulan ini dan naik 0,7 persen selama sepekan.
Harga emas kembali melemah, setelah muncul spekulasi jika Federal Reserve lebih dekat dengan rencananya menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya dalam hampir satu dekade.
Baca Juga
Ini usai rilis data pekerjaan, real estate dan manufaktur menjadi sinyal bahwa perekonomian tidak lagi memerlukan tindakan darurat yang diberlakukan di tengah krisis 2008. Ini adalah berita buruk untuk emas, yang memiliki daya saing berat dengan aset berbunga seperti obligasi.
Advertisement
Sebuah laporan yang dirilis Jumat menunjukkan terjadi kenaikan upah meski tak terlampau besar dan membuang harapan bahwa para pejabat Fed bisa menunda menaikkan suku bunga sampai akhir 2015.
Meski demikian, bank sentral AS diperkirakan akan tetap menaikkan suku bunganya di tahun ini. Namun investor masih memperdebatkan apakah langkah itu akan berlangsung pada September atau Desember. The Fed tercatat memiliki tiga kali pertemuan untuk mengatur kebijakannya sampai akhir tahun.
"Namun, data ini juga menggarisbawahi kekhawatiran Fed tentang inflasi, dan menyarankan mungkin ada kerugian lebih lanjut di toko emas," kata Charles Nedoss, Ahli Strategi Pasar Senior LaSalle Futures di Chicago.
Banyak investor melihat emas sebagai lindung nilai terhadap inflasi, namun dengan harga konsumen yang stabil, menjadi alasan lain investor telah meninggalkan logam mulia ini.
"Jika emas adalah barometer inflasi, dengan belanja ritel melemah dan kenaikan upah yang lemah, harga emas akan terus masuk tren lebih rendah," lanjut Nedoss.(Nrm/Igw)