Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah menyentuh level terendah sejak 1998 pada perdagangan Rabu (12/8/2015). Sentimen yang memberikan tekanan kepada rupiah adalah devaluasi mata uang China Yuan, ketidakpastian kenaikan suku bunga AS dan melambatnya pertumbuhan Ekonomi Indonesia.
Mengutip data Bloomberg, Rabu (12/8/2015), rupiah sempat menyentuh level 13.820 per dolar AS pada pukul 09.55 WIB. Level tersebut merupakan level terendah dalam 17 tahun terakhir setelah sempat menyentuh level 15.000 pada 1998 lalu.
Sementara kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah menjadi 13.758 per dolar AS dari perdagangan sebelumnya yang berada di level 13.541 per dolar AS.
Negeri tirai bambu pada Selasa (11/8/2015) kemarin, mendevaluasi mata uang Yuan hingga 1,9 persen. Langkah devaluasi tersebut memang sengaja dilakukan untuk mendorong produk ekspor China agar lebih kompetitif di pasar internasional. pemerintah China sedang mencoba berbagai cara agar bisa mendorong pertumbuhan ekonomi ke level yang lebih tinggi.
Dalam beberapa kuartal terakhir, Pertumbuhan China terus berada di level 7 persen. Padahal selama beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi China terus berada di atas level 10 persen.Â
Ekonom PT Bank Saudara Tbk, Rully Nova mengatakan, dalmpak devaluasi Yuan terhadap rupiah tidak terlalu besar. Menurutnya, justru rencana kenaikan suku bunga Amerika Serikat yang cukup menekan indeks dan akan berlangsung cukup lama.
"Jika hanya devaluasi Yuan kemungkinan (pelemahan rupiah) hanya sementara, yang lama itukan suku bunga AS (rencana kenaikan suku bunga AS)" katanya.Â
Rully melanjutkan, pelemahan rupiah bisa lebih dalam jika ada balasan dari beberapa negara lain kepada China. "Negara dengan orientasi ekspor lebih konsen dengan nilai mata uangnya," tuturnya.
Menurut Rully, devalausi Yuan membuat dolar AS kurang kompetitif yang mana bisa saja AS melakukan kebijakan non moneter sebagai balasan.
Saling balas-membalasnya kebijakan ekonomi suatu negara dengan negara lain dapat memicu Currency War "Jika seperti itu negara kecil yang jadi korban." pungkas Rully. (Ilh/Gdn)
Rupiah Tergolek di 13.800 per Dolar AS, Waspadai Currency War
Devalausi Yuan membuat dolar AS kurang kompetitif yang mana bisa saja AS melakukan kebijakan non moneter sebagai balasan.
diperbarui 12 Agu 2015, 11:46 WIBDiterbitkan 12 Agu 2015, 11:46 WIB
Advertisement
Live Streaming
Powered by
Video Pilihan Hari Ini
Video Terkini
powered by
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Pramono Bidik Jakarta Masuk 50 Besar Kota Global dalam 5 Tahun
City Camp 2024 Petjah, BtoB hingga Ateez Janji Akan Datang Lagi ke Indonesia
Era Kejayaan Gaji Pekerja Startup di Indonesia Habis, Apa Sebabnya?
Jangan Salah Langkah, Begini Cara Menerapkan 'Self Love' yang Benar untuk Membangun Kesehatan Mental
Cawagub Kun Wardhana Ingin Jakpro Kembalikan TIM ke Pemprov Agar Bisa Digratiskan
Operasikan Kabel Bawah Laut, Perusahaan Ini Tunjukkan Komitmen Bangun Infrastruktur Digital di Indonesia
Siap Atasi Macet Jakarta, Pramono Anung: Kami Siapkan Transjabodetabek
Dear Vadel Badjideh, Nikita Mirzani Sudah Tutup Pintu Maaf dan Restorative Juctice untuk Kasus Lolly
Atasi Macet Jakarta, Ridwan Kamil Mau Bikin Riverway Melintasi 13 Sungai
Debat Perdana Pilkada Jakarta 2024, Setiap Pasangan Calon Sampaikan Visi-Misi
VIDEO: Siaga! Setop Aksi Premanisme, Usut Tuntas Dalang Dibaliknya
Kun Wardhana di Debat Perdana Pilkada: Pendidikan Budaya Harus Ditamankan Sejak Usia Dini