RI Berambisi Punya Kereta Super Cepat di 2030

Kereta cepat ini memiliki kecepatan lebih dari 300 km per jam.

oleh Septian Deny diperbarui 08 Sep 2015, 21:02 WIB
Diterbitkan 08 Sep 2015, 21:02 WIB
Kereta cepat
Kereta cepat yang dikelola China Railway Corporation. (Liputan6.com/Isna Setyanova)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah secara resmi telah membatalkan proyek pembangunan kereta cepat atau high speed train (HST) Jakarta-Bandung. Pembatalan ini lantaran jarak kedua kota tersebut dinilai tidak layak untuk kereta berkecepatan lebih dari 300 km per jam tersebut.

Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Hermanto Dwiatmoko mengatakan, sebenarnya ada tiga jenis kereta jika dilihat dari segi kecepatan. Pertama, kereta dengan kecepatan di bawah 200 km per jam disebut sebagai kereta reguler. Kedua, kereta dengan kecepatan 200 km-300 km per jam disebut kereta cepat (HST). Dan ketiga, kereta dengan kecepatan di atas 300 km per jam disebut dengan very high speed train.

Untuk kereta cepat, sebenarnya telah tertuang dalam rencana induk perkeretaapian yang disusun oleh Kemenhub. Dalam rencana induk ini, kereta jenis tersebut ditargetkan beroperasi pada 2030.

"Dalam rencana induk perkeretaapian pada 2030, sudah beroperasi program high speed train dengan kecepatan 200 km per jam," ujarnya di Kantor Kemenhub, Jakarta, Selasa (8/9/2015).

Namun dalam rencana tersebut, jalur kereta cepat ini bukan hanya Jakarta-Bandung tetapi Jakarta Surabaya dengan jarak sekitar 700 km. "Ini (kereta cepat) Jakarta ke Surabaya. Kalau Jakarta-Bandung idenya 2 tahun lalu," lanjutnya.

Kemudian pada April lalu, China mulai mengajukan proposal pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Hal serupa juga dilakukan Jepang sehingga kedua negara tersebut saling bersaing membangun proyek kereta cepat ini.

"Setelah itu, sekitar April China mengajukan proposal. Ada perbedaan (dengan Jepang). Yang China investasinya Rp 71 triliun dengan pinjaman dan interest rate 2 persen untuk 20 tahun. Sedangkan Jepang Rp 60 triliun dengan bunga 0,1 persen untuk 40 tahun, modelnya seperti itu. Semua tentu saja ada plus minusnya," jelas dia.

Namun Hermanto menyatakan bahwa sejak awal pihaknya yakin bahwa tidak mungkin membangun kereta cepat dengan jarak sependek Jakarta-Bandung yang hanya sekitar 150 km. Pasalnya dengan jarak yang pendek, maka jarak antar stasiun juga semakin pendek sehingga kereta tidak akan menembus kecepatan maksimal hingga di atas 350 km per jam seperti yang tertuang dalam proposal China dan Jepang.

"Dari kami, jarak 150 km hampir dikatakan tidak bisa tercapai, karena baru jalan sebentar sudah harus mengerem. Dari biaya juga cukup besar karena kita juga sedang bangun lalu lintas di Sulawesi dan Sumatera," katanya.

Akhirnya, lanjut Hermanto, dalam pembahasan antara menteri akhirnya diputuskan bahwa kecepatan kereta tersebut diturunkan menjadi hanya 200 km per jam. Hal ini dinilai lebih rasional dan lebih hemat.

"Dalam pembahasan antar menteri kecepatannya diturunkan. Yang jelas maksimal 200 km per jam. Kalau rata-rata 150 km per jam saja sudah 1 jam (Jakarta-Bandung). Ini hanya beda 20 menit (dibanding estimasi waktu kereta cepat 350 km per jam), tapi biayanya tiga kali lipat. Hanya butuh anggaran Rp 20 triliun kalau bikin track baru," ungkapnya.

Selain itu, Hermanto menyatakan bahwa sebenarnya Indonesi sudah mempunyai jalur kereta cepat 200 km per jam, yaitu jalur Makassar-Parepare.

"Di Sulawesi sudah ada jalur kereta yang didesian untuk kecepatan 200 km per jam, itu di Parepare. Untuk kereta cepat (Jakarta-Bandung) itu memang harus dibangun swasta, B to B (business to business), karena tidak ada jaminan dari negara. Jaminan itu kan ada tiga jenis, jaminan dalam bentuk cash, jaminan dalam bentuk pajak, dan jaminan dalam bentuk tanah," tandasnya. (Dny/Ndw)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya