Liputan6.com, Jakarta - PT INKA (Persero) mengakui selama ini hanya Indonesia yang keranjingan mengimpor kereta api bekas dari luar negeri. Sementara negara lain lebih memilih impor kereta baru atau memproduksi sendiri meski harganya cukup mahal.
Direktur Utama INKA, Agus Purnomo mengatakan, pengadaan kereta api bekas disetujui dalam Keputusan Presiden (Keppres) untuk mempercepat daya serap angkutan di Indonesia.
"Hanya kita memang yang impor (kereta) bekas. Semua negara hampir membuat yang baru," ujar dia saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR, Jakarta, Kamis (17/9/2015).
Menurut Agus, INKA sudah bisa bersaing dengan China dalam mengikuti tender internasional pengadaan kereta api di pasar luar negeri. Termasuk menguasai pasar kereta di dalam negeri.
"Kami sudah serap semua pasar lokal. Hampir tidak ada kereta barang dan penumpang yang impor, kecuali yang bekas. Kereta baru semua dari INKA," tegasnya.
Dia menyebut, biaya produksi satu gerbong kereta penumpang eksekutif, seperti Argo Bromo, Argo Lawu dan lainnya memakan Rp 5,1 miliar. Sedangkan untuk produksi KRL atau kereta listrik bandara membutuhkan biaya US$ 1,2 juta sampai US$ 1,3 juta per gerbong.
"Sedangkan harga pasaran kereta api di dunia US$ 1,5 juta. Kami memang lebih kompetitif," ujar dia.
Pernyataan Agus menjawab komentar Ketua Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Achmad Hafisz Tohir yag mengingatkan kembali kisah kelam anjloknya kereta api di Serpong beberapa waktu lalu.
Ketika itu, sambung dia, Presiden memerintahkan untuk segera mengganti gerbong kereta api. Sayangnya, Indonesia tidak memiliki stok gerbong kereta satu pun. Bahkan INKA membutuhkan waktu satu tahun untuk memproduksinya.
"Akhirnya dibuka keran impor kereta bekas. Lalu ada hibah dari Jepang secara cuma-cuma, tapi kita hanya membayar ongkos kirim US$ 600 juta. Seharusnya dengan ongkos sebesar itu, kita bisa dapat gerbong bagus. Tapi ini kereta api Jakarta-Serpong bekas semua," tandas Achma. (Fik/Ndw)