Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menganggap pelemahan nilai tukar rupiah hingga nyaris ambruk ke level 14.700 per dolar Amerika Serikat (AS) bukan karena faktor domestik, melainkan karena spekulasi kenaikan tingkat suku bunga The Fed.
"Saya tidak melihat ada faktor khusus dari domestik. Nanti kita bicara dengan Bank Indonesia (BI) untuk mengetahui itu," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution di kantornya, Rabu (23/9/2015).
Menurut Mantan Gubernur Bank Indonesia itu, penyebab terpuruknya kurs rupiah hingga ke level 14.655 per dolar AS, karena penguatan spekulasi kenaikan suku bunga Bank Sentral AS dari pelaku pasar, termasuk spekulasi pertumbuhan ekonomi China.
"Harga komoditas kan turun lagi, pelaku pasar mulai berspekulasi mengenai seperti apa ekonomi China sebenarnya. Itu semua ada kaitannya dan itu membuat spekulasi agak menguat. Sebetulnya kan kita berharap spekulasi mereda setelah The Fed tidak jadi mengumumkan tingkat bunga," jelasnya.
Darmin enggan mengatakan apakah angka rupiah yang nyaris 14.700 per dolar AS sudah masuk dalam level mengkhawatirkan. "Kalau itu tanya saja ke dunia usaha, jangan ke kita (pemerintah)," tegas Darmin.
Mengutip data Bloomberg, nilai tukar rupiah dibuka pada level 14.597 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sehari sebelumnya yang ada di level 14.552 per dolar AS.
Mata uang Garuda sempat melemah ke level 14.655 per dolar AS pada perdagangan pukul 09.50 waktu Jakarta. Namun kemudian mampu menguat tipis. Pada perdagangan hari ini, rupiah terus bergerak di kisaran 14.577 per dolar AS hingga 14.658 per dolar AS.
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia mencatat rupiah pada perdagangan hari ini di level 14.623 per dolar AS, melemah jika dibanding dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.486 per dolar AS. (Fik/Gdn)