Pengusaha Butuh Efek Paket Kebijakan Ekonomi Jangka Pendek

Ketua Apindo Anton J Supit menilai, dampak Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga akan besar untuk penyaluran KUR.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 07 Okt 2015, 15:38 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2015, 15:38 WIB
20150930-Pom Bensin-BBM-SPBU-Jakarta
Aktivitas pengisian BBM di SPBU Cikini, Jakarta, Rabu (30/9/2015). Menteri ESDM, Sudirman Said menegaskan, awal Oktober tidak ada penurunan atau kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) baik itu bensin premium maupun solar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan segera mengumumkan paket kebijakan ekonomi jilid III. Sejumlah harapan ada dalam paket kebijakan ekonomi itu terkait suku bunga acuan (BI Rate) dan harga bahan bakar minyak (BBM).

Peneliti Senior CORE Indonesia, Mohammad Faisal mengatakan, ada dua kebijakan yang sangat ditunggu pelaku usaha dalam paket kebijakan ekonomi jilid III, yakni penurunan harga BBM dan BI Rate karena dinilai paling ampuh sebagai obat bagi dunia usaha dalam jangka pendek.

"Kita punya peluang menurunkan harga BBM, karena harga minyak dunia sedang turun. Di banyak negara sudah menurunkan harga BBM untuk menolong industri di saat perlambatan ekonomi. Sementara di Indonesia belum, padahal ini kebijakan yang paling konkret," tegas dia di kantor BKPM, Jakarta, Rabu (7/10/2015).

Faisal menuturkan, dampak pemangkasan harga BBM akan cepat terasa bagi industri dan masyarakat agar daya beli kembali meningkat. Dia menjelaskan, kondisi deflasi September 2015 dinilai anomali atau ketidaknormalan karena ada momen Idul Adha yang biasanya mencatatkan inflasi.

"Deflasi kemarin anomali, karena saat ada momen Idul Adha, biasanya inflasi. Itu artinya daya beli masyarakat sudah pada level rendah. Di padat karya misalnya masih bisa produksi, tapi susah menjual karena harga tidak cocok sedangkan permintaan ada. Jadi daya beli akan terbantu jika harga BBM turun," terangnya.

Kebijakan kedua, sambung dia, dari sisi moneter. Faisal mengatakan, Bank Indonesia masih mempertahankan level BI Rate sebesar 7,5 persen selama setahun lebih meski realisasi inflasi relatif rendah. Apalagi deflasi bulan lalu, lanjutnya, memberi angin segar atau peluang bagi BI memangkas suku bunga acuan.

"Kalau suku bunga BI Rate turun, dampaknya sangat besar ke penyaluran kredit usaha rakyat. Tapi kalau tetap, akan ada gap atau jarang antara inflasi dan BI Rate sampai 5 persen. Inflasi saja di akhir tahun diprediksi 3,68 persen saja," papar Faisal.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Anton J Supit sepakat dengan usulan Faisal. Anton mengaku, BI Rate harus segera turun karena sudah tidak ada lagi kekhawatiran inflasi.

"BI independen jadi susah diatur. Memang untuk menurunkan suku bunga atau mengatur ekonomi harus punya nyali dan keberanian," ujar Anton.

Sedangkan untuk usulan penurunan harga BBM, Anton justru berharap harga BBM normal. Masyarakat dan pengusaha nasional, dinilainya harus terbiasa hidup seperti itu. "Seperti krisis saja, jangan dianggap aneh. Kita hidup harus sudah memperhitungkan krisis. Tapi Pertamina juga harus betul-betul profesional. Jangan mentang-mentang monopoli, bisa seenaknya," cetus dia. (Fik/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya