Rupiah Dipatok 13.900 per dolar AS, Kebutuhan Utang RI Turun

Kebijakan fiskal pada 2016 masih akan bersifat ekspansif dengan penyempitan defisit anggaran ditargetkan 2,15 persen dari PDB.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 12 Okt 2015, 15:38 WIB
Diterbitkan 12 Okt 2015, 15:38 WIB
Tingkat Utang RI Paling Rendah di Asia
Dari hasil riset HSBC menyebutkan, Singapura menjadi negara dengan tingkat utang tertinggi, yaitu mencapai 450 persen terhadap PDB.

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu) mengevaluasi kembali postur pembiayaan utang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2016 seiring perubahan asumsi kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Hasilnya menunjukkan terjadi penurunan kebutuhan utang untuk menambal defisit anggaran tahun depan.

Dirjen DJPPR Kemenkeu, Robert Pakpahan saat Rapat Kerja Defisit Pembiayaan dengan Badan Anggaran DPR, menyatakan, kebijakan fiskal pada 2016 masih akan bersifat ekspansif dengan penyempitan defisit anggaran ditargetkan 2,15 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

"Target defisit anggaran 2,15 persen terhadap PDB, sehingga kita perlu pembiayaan dari utang dan non utang. Kita akan arahkan pembiayaan ini untuk kegiatan produktif, mendorong perekonomian dan penguatan daya saing serta menjaga keseimbangan ekonomi makro," ujar dia saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Senin (12/10/2015).

Robert mengaku, pemerintah telah melakukan exercise terhadap pagu kebutuhan utang dalam RAPBN 2016 mengingat terjadi perubahan asumsi rupiah sebesar 13.900 per dolar AS. Sebelumnya pemerintah memasang target Rp 13.400 per dolar AS sehingga berpengaruh kepada postur pembiayaan utang.

Rinciannya, lanjut dia, pembiayaan utang dipenuhi dari pinjaman luar negeri (neto) dari RAPBN tahun depan kebutuhan Rp 1,198 triliun menjadi Rp 398,2 miliar setelah dilakukan exercise dengan asumsi kurs Rp 13.900 per dolar AS.

Sementara kebutuhan utang yang berasal dari penerbitan surat berharga negara (neto), jumlahnya tetap sebesar Rp 326,27 triliun serta pinjaman dalam negeri (neto) yang angkanya pun tidak berubah baik di RAPBN maupun exercise 2016 sebesar Rp 3,26 triliun.

A. Pinjaman luar negeri (neto) Rp 1,196 triliun menjadi Rp 398,2 miliar

1. Penarikan pinjaman luar negeri (bruto) dari Rp 72,83 triliun menjadi Rp 75,09 triliun 

a. Pinjaman program dari Rp 34,58 triliun menjadi Rp 36,83 triliun
b. Pinjaman proyek dari Rp 38,25 triliun menjadi Rp 38,25 triliun

1) Pinjaman proyek pemerintah pusat tidak berubah Rp 32,34 triliun 
a. Kementerian Negara/Lembaga tetap Rp 29,94 triliun
b. Pinjaman yang diterushibahkan tetap Rp 2,40 triliun
c. Penerimaan penerusan pinjaman tidak mengalami perubahan Rp 5,90 triliun

2. Penerusan pinjaman tidak mengalami perubahan atau negatif (Rp 5,90 triliun)

3. Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri dari (Rp 65,72 triliun) menjadi (Rp 68,78 triliun).

B. Surat Berharga Negara (neto) penerbitannya tidak mengalami perubahan Rp 326,27 triliun

C. Pinjaman dalam negeri (neto) tetap Rp 3,26 triliun

1. Penarikan pinjaman dalam negeri (bruto) tetap Rp 3,71 triliun

2. Pembayaran cicilan pokok pinjaman dalam negeri tetap atau negatif (Rp 447,8 miliar)

Dengan demikian, total pembiayaan utang dalam exercise 2016 dengan asumsi kurs Rp 13.900 per dolar AS menjadi Rp 329,93 triliun atau turun tipis dari sebelumnya Rp 330,73 triliun di RAPBN 2016. (Fik/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya