Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perindustrian Saleh Husin meminta desainer dan pengusaha furnitur kelas premium meningkatkan penggunaan bahan baku lokal dan membawa merek lokal ke kancah internasional. Selain itu, menyerap dan memodifikasi corak tradisional dalam desain produk.
Dia menjelaskan, selama ini Indonesia diuntungkan dengan melimpahnya sumber bahan baku alami berupa kayu, rotan maupun bambu. Ini turut menjadi keunggulan dan memperkuat daya saing industri furnitur dan kerajinan Indonesia di pasar global.
"Saya tantang desainer dan pengusaha furnitur kelas premium membawa produk Indonesia ke internasional. Rekan-rekan pasti sudah jago bikin desain dan memasarkan produk, nah sekarang giliran bikin produk kita naik kelas," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (15/10/2015).
Menurut Saleh, kini tren furnitur dunia yang terus berubah dan berkembang menuntut perhatian para pelaku industri ini. Oleh sebab itu, dbutuhkan upaya menumbuhkan kesadaran inovasi, karya kreatif furnitur baru dengan inspirasi budaya lokal.
"Desainer juga diharapkan mampu menyesuaikan selera pasar sebagai upaya peningkatan daya saing industri furnitur dan kerajinan nasional," kata dia.
Saleh mengungkapkan, pemerintah mendorong peningkatan daya saing industri ini antara lain melalui kebijakan pelarangan ekspor bahan baku kayu diatur dalam Permendag Nomor 44 Tahun 2012 tentang Barang Dilarang Ekspor. Sementara pelarangan ekspor bahan baku rotan diatur dalam Permendag Nomor 35 Tahun 2011 tentang Ketentuan Ekspor Rotan dan Produk Rotan.
Pada triwulan II 2015, industri furnitur tumbuh 7,93 persen dan terhitung lebih tinggi jika dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya mampu tumbuh sebesar 3,74 persen.
Sementara itu, ekspor komoditi furnitur sampai Juni 2015 sebesar US$ 361,03 juta dan impor komoditi furnitur periode yang sama sebesar US$ 77,86 juta. Alhasil, neraca perdagangan komoditi furnitur hingga pertengahan 2015 tercatat surplus, yakni US$ 283,17 juta.
Secara total pada 2013 nilai ekspor furnitur kayu dan rotan nasional mencapai US$ 1,8 miliar dan meningkat pada 2014 menjadi US$ 2,2 miliar. Diprediksi nilai ekspor furnitur kayu dan rotan olahan dalam lima tahun ke depan mencapai US$ 5 miliar.
Industri ini turut mendorong kinerja pertumbuhan industri nasional. Industri pengolahan non-migas tumbuh sebesar 5,27 persen, lebih besar dari pertumbuhan ekonomi triwulan II 2015 sebesar 4,67 persen. (Dny/Ndw)
Furnitur Kelas Premium Diminta Gunakan Bahan Baku Lokal
Menteri Perindustrian Saleh Husin meminta desainer dan pengusaha furnitur kelas premium meningkatkan penggunaan bahan baku lokal dan membawa merek lokal ke kancah internasional. Selain itu, menyerap dan memodifikasi corak tradisional dalam desain produk.
Dia menjelaskan, selama ini Indonesia diuntungkan dengan melimpahnya sumber bahan baku alami berupa kayu, rotan maupun bambu. Ini turut menjadi keunggulan dan memperkuat daya saing industri furnitur dan kerajinan Indonesia di pasar global.
"Saya tantang desainer dan pengusaha furnitur kelas premium membawa produk Indonesia ke internasional. Rekan-rekan pasti sudah jago bikin desain dan memasarkan produk, nah sekarang giliran bikin produk kita naik kelas," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (15/10/2015).
Menurut Saleh, kini tren furnitur dunia yang terus berubah dan berkembang menuntut perhatian para pelaku industri ini. Oleh sebab itu, dbutuhkan upaya menumbuhkan kesadaran inovasi, karya kreatif furnitur baru dengan inspirasi budaya lokal.
"Desainer juga diharapkan mampu menyesuaikan selera pasar sebagai upaya peningkatan daya saing industri furnitur dan kerajinan nasional," kata dia.
Saleh mengungkapkan, pemerintah mendorong peningkatan daya saing industri ini antara lain melalui kebijakan pelarangan ekspor bahan baku kayu diatur dalam Permendag Nomor 44 Tahun 2012 tentang Barang Dilarang Ekspor. Sementara pelarangan ekspor bahan baku rotan diatur dalam Permendag Nomor 35 Tahun 2011 tentang Ketentuan Ekspor Rotan dan Produk Rotan.
Pada triwulan II 2015, industri furnitur tumbuh 7,93 persen dan terhitung lebih tinggi jika dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya mampu tumbuh sebesar 3,74 persen.
Sementara itu, ekspor komoditi furnitur sampai Juni 2015 sebesar US$ 361,03 juta dan impor komoditi furnitur periode yang sama sebesar US$ 77,86 juta. Alhasil, neraca perdagangan komoditi furnitur hingga pertengahan 2015 tercatat surplus, yakni US$ 283,17 juta.
Secara total pada 2013 nilai ekspor furnitur kayu dan rotan nasional mencapai US$ 1,8 miliar dan meningkat pada 2014 menjadi US$ 2,2 miliar. Diprediksi nilai ekspor furnitur kayu dan rotan olahan dalam lima tahun ke depan mencapai US$ 5 miliar.
Industri ini turut mendorong kinerja pertumbuhan industri nasional. Industri pengolahan non-migas tumbuh sebesar 5,27 persen, lebih besar dari pertumbuhan ekonomi triwulan II 2015 sebesar 4,67 persen.