Gaji Presiden dan Gubernur BI Timpang, Ini Kata Pengamat

Gaji Gubernur BI mencapai Rp 194,19 juta per bulan dalam tahun anggaran 2015.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 10 Nov 2015, 09:00 WIB
Diterbitkan 10 Nov 2015, 09:00 WIB
Intip Perjalanan Jokowi di Twitter
(Faizal Fanani/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Ketimpangan antara gaji Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Gubernur Bank Indonesia (BI) menimbulkan pertanyaan besar.

Bagaimana bisa penghasilan pimpinan Republik ini jauh di bawah bos BI yang mencapai kisaran Rp 194 juta-Rp 199 juta per bulan?Pemilik gaji terbesar di Indonesia adalah Gubernur BI. Sejak ditetapkan oleh DPR RI tahun anggaran 2015, gaji gubernur BI sebesar Rp 194,19 juta per bulan.

Gaji tersebut, dua kali lipat di atas gaji resmi Presiden yang hanya mencapai Rp 62.740.000. Direktur Centre For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi menilai orientasi tugas dan fungsi Presiden dengan Gubernur BI jelas berbeda, sehingga hal ini berpengaruh pada penghasilan kedua pimpinan tersebut.

"Jangan disamakan Gubernur BI dengan Presiden. Presiden itu melayani masyarakat dan ukuran kenaikan gaji kalau rakyatnya sudah makmur, sedangkan BI mengurus stabilitas moneter jadi orientasinya beda," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Senin (10/11/2015).

Uchok secara tegas menolak kenaikan gaji Presiden, Wapres dan Menteri di situasi perekonomian sedang melambat seperti sekarang ini. "Gaji Presiden, Wapres dan Menteri tidak perlu naik. Walaupun gajinya rendah, tapi mereka sudah dapat fasilitas memadai, seperti biaya operasional, biaya ATK, perjalanan dinas ke luar negeri dan lainnya," lanjutnya.

Lebih jauh Uchok menilai sangat ironi apabila Presiden, Wapres dan Menteri berharap kenaikan gaji ketika Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara masih mengalami defisit, bahkan kabarnya kritis.

"Fiskal lagi sempit sampai harus memotong subsidi buat rakyat, tapi malah naik gaji. Jika ini terjadi, bisa sangat mengiris hati rakyat. Pemberian THR saja saya menolak," terangnya.  

Ia mengatakan, penyesuaian gaji Presiden, Wapres dan Menteri harus mempertimbangkan dampaknya bagi APBN maupun kecemburuan sosial yang akan ditimbulkan. Kenaikan penghasilan bagi pejabat tinggi negara di pemerintahan, lanjut Uchok mesti melihat faktor kesejahteraan rakyat.

"Kalau gaji Presiden, Wapres dan Menteri naik, maka Gubernur, anggota parlemen di daerah (DPRD) pun akan menuntut kenaikan gaji. Padahal Pendapatan Asli Daerah (PAD)-nya untuk membangun daerah. Jika gaji mereka naik akan menguras PAD dan akhirnya pelayanan ke masyarakat terbengkalai," papar Uchok.

Saat dikonfirmasi mengenai kemungkinan gaji Presiden naik pada tahun depan, Askolani mengaku belum mengetahuinya. "Belum tahu ya, nanti saja," tegas Askolani.

Sebelumnya Direktur Penyusunan APBN Kemenkeu, Kunta Wibawa Dasa Nugraha, mengaku Kemenkeu telah membuat kajian perbandingan gaji antara presiden, wapres, menteri, Gubernur BI dan pimpinan BUMN. Namun Jokowi pernah menolak kenaikan gaji yang disodorkan kepadanya.

"Bukan mengusulkan, tapi kita bikin kajian untuk gaji menteri, gubernur dan BUMN bagaimana. Kajiannya sudah selesai dan pernah disesuaikan, tapi Presidennya tidak mau. Kalau tahun depan dan tahun depannya lagi saya tidak tahu Presiden mau atau tidak. Presiden menerima gaji Rp 60 jutaan, itu sudah semuanya. Kalau gaji pokoknya kecil. Wapres menerima sekitar Rp 40 jutaan dan gaji menteri Rp 19 jutaan, tapi itu di luar anggaran operasional menteri sebesar Rp 120-150 juta per bulan," ujar Kunta.

Menurut dia, gaji pejabat negara seperti presiden, wapres, dan menteri memang perlu disesuaikan karena berbagai pertimbangan. Salah satunya melihat ketimpangan dengan gaji yang dikantongi Gubernur BI, pimpinan BUMN, maupun perusahaan swasta.

"Setidaknya gaji Presiden RI dengan Gubernur BI atau BUMN sejajar-lah, biar tahu Presiden di mana posisinya. Gaji menteri juga harus naik, tapi untuk Gubernur BI ya tidak usah naik lagi sudah tinggi," ujar Kunta. (Fik/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya