Lepas dari Ketidakpastian The Fed, Rupiah Diramal Perkasa di 2016

investor atau penanam modal sudah melakukan price in mengingat seluruh negara terombang ambing dalam ketidakpastian tersebut sepanjang tahun

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 27 Nov 2015, 09:30 WIB
Diterbitkan 27 Nov 2015, 09:30 WIB
20150923-Dollar-Naik-Jakarta
Seorang teller menunjukan mata uang dollar di konter penjualan mata uang di Jakarta, Rabu (23/9/2015). Pada perdagangan pagi hingga siang ini, rupiah terus bergerak di kisaran 14.577 per dolar AS hingga 14.658 per dolar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Ekonomi dari Universitas Gadjah Mada, Tony Prasetyantono memperkirakan nilai tukar rupiah akan menguat di bawah target level Bank Indonesia (BI) 13.900 per dolar AS pada 2016. Penguatan tersebut bakal disokong dari efek positif paket kebijakan ekonomi.

"Menurut saya prediksi BI terlalu konservatif. Level Rp 13.900 per dolar AS terlalu lemah karena rupiah masih punya peluang lebih baik," ujar Tony saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Jumat (27/11/2015).

Dengan proyeksi rupiah 13.900 per dolar AS, ia berpendapat bahwa BI melihat ada potensi rupiah kembali menembus level 14.000 per dolar AS. Sementara dirinya meramalkan kurs rupiah dapat mengarah ke level yang lebih baik di kisaran 13.700-13.800 per dolar AS.

"Saya rasa deregulasi atau paket kebijakan akan mulai terasa dampaknya di 2016. Apalagi kemajuan infrastruktur bagus sehingga akan merangsang capital inflow di 2016. Kemarin-kemarin kan banyak capital outflow," jelas Tony.

Perihal kekhawatiran penyesuaian suku bunga acuan Bank Sentral AS, Tony bilang, investor atau penanam modal sudah melakukan price in mengingat seluruh negara terombang ambing dalam ketidakpastian tersebut sepanjang tahun ini.

"Penguatan dolar AS, atau pelemahan kurs rupiah sudah terjadi sepanjang tahun ini, kita terjebak oleh ketidakpastian the Fed. Setiap
ketidakpastian itu, rupiah terdepresiasi, jadi ibaratnya sudah nyicil pelemahan. Kalaupun melemah, tidak akan banyak mungkin Rp 100 per dolar AS," terangnya. (Fik/Zul)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya