‎Bos BEI Keluhkan Tahap Privatisasi BUMN yang Panjang

Kementerian BUMN sedang menjajaki untuk melepas saham PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) ke ke publik.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 04 Jan 2016, 15:50 WIB
Diterbitkan 04 Jan 2016, 15:50 WIB
20151117-Pasar-Modal-Jakarta-AY
Peserta memantau monitor bursa saham pasar modal di Bursa Efek Jakarta, Selasa (17/11). Hal ini sejalan dengan salah satu inisiatif pemerintah melalui Bursa Efek Indonesia (BEI), yakni menambah jumlah investor pasar modal. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - PT B‎ursa Efek Indonesia (BEI) mengeluhkan proses privatisasi perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang begitu panjang. Hal tersebut membuat perusahaan BUMN yang melepaskan saham ke publik menjadi sedikit.

Direktur Utama BEI, Tito‎ Sulistio mengatakan, untuk privatisasi, perusahaan BUMN mesti melewati 25 tahap. "Kami sedang bicara, persentasi kepada parlemen bahwa 25 tahap kebanyakan berdasarkan UU 19 Tahun 2013 UU BUMN ada 13 pasal. Kami berharap akan ada Prolegnas itu UU BUMN baru kita berharap proses listing dipercepat," ujarnya, Senin (4/1/2015).

Dia berharap, waktu yang ditempuh untuk privatisasi lebih cepat sehingga privatisasi menjadi menarik. Berkaca pada PT Garuda Indonesia Tbk yang membutuhkan 4 tahun, bagi Tito itu tidak menarik. Swasta sendiri hanya butuh waktu 3,5 bulan.

"Kami usulkan di luar proses bursa kalau bisa tidak lebih 11 minggu, usulan kami nantinya di luar bersama OJK 11 minggu lagi. Kalau bisa 20 minggu bagus sekali," kata dia.

Sementara itu, Tito mengatakan ‎ untuk supaya pasar modal membaik stabilitas nilai tukar rupiah mesti dijaga. Kemudian menjaga suku bunga acuan yang tidak terlampau tinggi.

"Semoga dengan inflasi 3,3 persen, beda inflasi dan BI rate kalau bisa jangan sampai 4 persen. Dua hal itu ditunggu. Emiten membaik, betul kalau tax amnesty itu ada masuk Indonesia apalagi pengurangan harga minyak," tandas dia.

Sebelumnya, Kementerian BUMN sedang menjajaki untuk melepas saham PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) ke ke publik (go public) melalui mekanisme Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Menteri BUMN, Rini Soemarno mengatakan, go public merupakan alternatif untuk menghimpun dana bagi perseroan. Dia menilai, potensi perusahaan untuk hilirisasi membutuhkan dana yang besar. Apalagi, PT Freeport Indonesia juga akan divestasi saham.

"‎Kami memang sedang menjajaki untuk go public Inalum karena memang tergantung juga hal-hal apa saja yang akan dikembangkan di Inalum karena banyak potensi hilirisasi program Inalum maupun juga kemungkinan kalau memang diizinkan oleh pemerintah ataupun juga akan ada divestasi dari Freeport‎," kata dia, Jakarta, Senin (4/1/2015).

Rini melanjutkan, Kementerian BUMN tidak hanya mengkaji perusahaan mana saja yang akan melepas saham ke masyarakat namun juga sedang mengkaji untuk memperbesar porsi saham yang dilepas kepada perusahaan-perusahaan yang sudah terbuka.

Menurut Rini, ada beberapa perusahaan yang kepemilikan yang beredar di publik masih kecil. Maka dari itu kepemilikan di publik mesti didorong supaya BUMN dapat melakukan ekspansi.

"Jadi 2016 ya kita harapkan mungkin kita sedang review apakah ada BUMN yang akan kita go public kan atau juga akan kita tingkatkan jumlah saham yang akan kita tawarkan ke bursa. Jadi itu dua hal yang kita lihat. Jadi bukan hanya yang new IPO tapi mungkin juga yang sudah go public cuma kita melihat memang masih kecil kepemilikan publik dan kita memang sedang mendorong peningkatan investasi di bidang itu yang sedang kita lihat," tandas dia. (Amd/Gdn)


**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya