RI Dinilai Butuh Pengampunan Pajak untuk Kesejahteraan Rakyat

Uang yang masuk dari tarif tebusan yang dibayarkan wajib pajak bisa menambah modal pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

oleh Nurmayanti diperbarui 18 Feb 2016, 11:40 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2016, 11:40 WIB
Jenis Pajak Properti yang Harus Diketahui
Bagi first time buyer, membeli properti tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perihal jenis pajak properti juga harus diperhatikan!

Liputan6.com, Jakarta - Kalangan pengamat dan akademisi berpendapat Indonesia membutuhkan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty). Ini untuk menggenjot penerimaan negara dan membiayai program pembangunan seperti pendidikan, kesehatan, perumahan dan infrastruktur untuk kesejahteraan rakyat.

Pengamat perpajakan Universitas Pelita Harapan Rony Bako menilai, manfaat dari pengampunan pajak sangat banyak. Uang yang masuk dari tarif tebusan yang dibayarkan wajib pajak bisa menambah modal pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui program pendidikan, kesehatan, perumahan dan pembangunan infrastruktur.

Dalam APBN 2016, kebutuhan untuk pos biaya pendidikan mencapai Rp 150 triliun, kesehatan Rp 67,2 triliun, perlindungan sosial Rp 158 triliun, dan infrastruktur Rp 213 triliun.

Ke depan kebutuhan untuk pembangunan infrastruktur hingga 2019 sangat besar, yakni mencapai Rp 5.500 triliun, sementara kapasitas pembiayaan untuk kesejahteraan rakyat sangat terbatas.

Menurut Rony Bako, dana-dana dari hasil repatriasi sangat bermanfaat, salah satunya untuk menambah likuiditas di dalam negeri yang bisa berdampak pada penguatan nilai tukar rupiah.

"Dengan harga minyak yang terus turun, kemudian harga komoditas semakin kritis, satu-satunya jalan ya dari pajak. Kalau pengampunan pajak tidak dilakukan, pemerintah akan semakin banyak menambah utang untuk menutupi defisit," kata Rony, di Jakarta, Kamis (18/2/2016). 


Sebab itu Indonesia dikatakan sangat membutuhkan program pengampunan pajak guna menggenjot penerimaan negara. Dengan anjloknya harga minyak dunia dan rendahnya harga komoditas, saat ini hanya penerimaan dari pajak yang bisa diandalkan pemerintah.

Seperti pada tahun lalu utang pemerintah naik akibat penerimaan negara yang minim, khususnya dari pajak. Pemerintah pun tidak bisa menahan belanja karena belanja dibutuhkan untuk mendorong laju perekonomian. Sedangkan jika belanja pemerintah terus digenjot tapi penerimaan tidak sesuai, defisit akan melebar jauh.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, defisit APBN Perubahan 2015 mencapai 2,56 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau Rp 292,1 triliun. Defisit tersebut melebar dari target yang ditetapkan sebesar 1,9 persen atau Rp 222,5 triliun.

Rony meyakini, program pengampunan pajak akan efektif menambah penerimaan negara. Sebab, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum melaporkan harta kekayaannya sebagai objek pajak. Apalagi, pemerintah juga telah mencantumkan skema repatriasi bagi WNI yang selama ini menyembunyikan uangnya di luar negeri. 

Meski begitu, ada hal lain yang lebih penting dari sekadar penerimaan. Rony menilai, program pengampunan pajak ini bisa mendongkrak jumlah wajib pajak orang pribadi. Saat ini, jumlah orang pribadi yang memiliki NPWP hanya sekitar 10 juta jiwa. Padahal potensi orang pribadi yang seharusnya memiliki NPWP mencapai 120 juta.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo memperkirakan, bila tax amnesty berjalan bakal mengumpulkan tambahan penerimaan pajak. Jumlah ini memang belum bisa menutupi keseluruhan selisih target pajak 2016 dibandingkan realisasi 2015.

Karenanya pemerintah diharapkan juga mengiringinya dengan perbaikan pengawasan, sehinga ke depan ada tambahan potensi pajak baru dan berdampak pada perbaikan rasio pajak atau tax ratio yang saat ini masih rendah.

"Dalam jangka panjang pemerintah harus fokus pada perluasan basis pajak. Kalau sistem manajemen dan pengawasan data bagus, ke depan akan ada kenaikan yang berkelanjutan," ujarnya.

Menurut Yustinus, skema tarif tax amnesty seperti sekarang yang hanya 2 persen, masih rendah, Jika 4 atau 5 persen baru akan optimal bagi kocek pemerintah.Tapi, menurutnya, tax amnesty memang sudah sangat ditunggu oleh publik. "Kalau sampai batal, ongkos politiknya juga besar. Ini sudah point of no return," ujarnya.

Pemerintah sendiri telah menyelesaikan proses penyusunan draft RUU Tax Amnesty atau pengampunan pajak. Untuk mempercepat pembahasan di DPR, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengeluarkan Ampres (Amanat Presiden).

"Tax Amnesty ini kan menjadi inisiatif pemerintah dan pemerintah mengharapkan dalam waktu persidangan ini dapat terselesaikan. Maka sekarang ini pemerintah segera menyiapkan Ampres, karena kemarin sudah disepakati dalam paripurna DPR, maka harapannya segera bisa dilakukan pembahasan," kata Seskab Pramono Anung. (Nrm/Zul)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya