Sampai 18 Februari, Kemenkeu Telah Tarik Utang Rp 135,9 Triliun

Kementerian Keuangan akan menerbitkan utang 62 persen dari Rp 542 triliun pada semester I 2016.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 18 Feb 2016, 20:10 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2016, 20:10 WIB
Ilustrasi Rupiah
Ilustrasi Rupiah (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu) telah mengeksekusi penarikan pembiayaan atau utang senilai Rp 135,9 triliun sejak akhir Desember 2015 sampai 18 Februari 2016. Realisasi ini setara dengan 25 persen dari target penerbitan pembiayaan bruto sebesar Rp 542 triliun sepanjang tahun ini.

Direktur Jenderal PPR, Robert Pakpahan mengungkapkan, pemerintah tidak akan menambah penerbitan surat utang negara (SUN) pada 2016. Target yang dipatok tetap berada pada angka Rp 542 triliun sebagai pembiayaan bruto (gross) di tahun ini.

"Pemerintah telah menarik utang Rp 135,9 triliun atau 25 persen dari target pembiayaan bruto sejak akhir Desember lalu-18 Februari ini," ucap dia di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Kamis (18/2/2016).

Pemerintah, sambung Robert, mematok target penerbitan utang dengan strategi lebih awal (front loading) sebesar 62 persen di semester I 2016. Itu artinya, sekitar Rp 341 triliun dapat dieksekusi pada paruh pertama tahun ini.

"Kami akan menerbitkan utang 62 persen dari Rp 542 triliun pada semester I 2016. Ini lebih agresif sesuai target pemerintah untuk mengamankan defisit pembiayaan di 2016," terangnya.

Salah satunya dengan menerbitkan sukuk ritel negara seri SR-008 yang akan dimulai penawarannya pada 19 Februari-4 Maret 2016. Pemerintah menjaminkan aset proyek kegiatan pemerintah yang ada di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016, serta Barang Milik Negara (BMN).

"SR-008 memberi tingkat imbalan atau kupon 8,3 persen per tahun dengan tenor 3 tahun. Pembayaran imbalan dilakukan secara bulanan, setiap tanggal 10 dalam jumlah tetap," ujarnya.

Tingkat imbal hasil 8,3 persen pada seri SR-008, dinilai Robert sangat atraktif dan menarik para investor. Penentuan kupon ini, sambungnya, seiring dengan penurunan suku bunga atau BI Rate yang sudah mencapai level 7 persen. Perhitungan lainnya merujuk pada rata-rata kupon yang ditawarkan dalam surat utang dengan tenor sama.

"Imbal hasil 8,3 persen ini lebih menarik saat BI Rate turun. Sehingga meningkatkan basis investor domestik, pemegang surat utang negara yang saat ini masih didominasi asing dengan porsi 39 persen," jelas Bambang.

Minimum pemesanan Sukri Seri-008 sebesar Rp 5 juta dan Rp 5 miliar adalah batas maksimalnya. Tanggal penjatahan 7 Maret 2016, tanggal penerbitan 10 Maret 2016 dan jatuh tempo di 10 Maret 2019 atau tenor 3 tahun. Sementara pembayaran imbal hasil pertama kali dilakukan pada 10 April 2016.

Bagi yang berminat memesan Sukri 008, Robert mengaku, pemerintah dibantu 26 agen penjual. Terdiri dari 20 perbankan dan 6 perusahaan efek. Agen penjual tersebut, meliputi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank Muamalat Indonesia Tbk, PT Bank Danamon Tbk.

Adapula, PT Bank Permata Tbk, PT Bank Syariah Mandiri, PT BRISyariah, PT OCBC NISP Tbk, PT Bank Mega Tbk, PT Bank Panin Tbk, PT CIMB Niaga Tbk, PT Bank Maybank Indonesia Tbk, PT Bank DBS Indonesia, PT Bank ANZ Indonesia, Standard Chartered Bank, Citibank N.A, HSBC, PT Bahana Securities, PT Danareksa Sekuritas, PT Trimegah Securities Tbk, PT Sucorinvest Central Gani, PT Mega Capital Indonesia, dan PT MNC Securities.

"Kita targetkan meraup Rp 25 triliun-Rp 30 triliun. Kalau demand memang cukup tinggi, bisa di upsize sampai Rp 30 triliun walaupun agen penjual mampu menjualnya sampai Rp 43 triliun. Kita berikan komisi ke agen penjual 45 basis poin," pungkas Robert. (Fik/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya