RI Masih Kekurangan 25 Ribu Tenaga Pemeriksa Pajak

Jika kebutuhan akan tenaga pemeriksa ini bisa dipenuhi maka akan meminimalisir terjadinya tindak pengemplangan pajak.

oleh Septian Deny diperbarui 25 Feb 2016, 18:25 WIB
Diterbitkan 25 Feb 2016, 18:25 WIB
20150901-Peresmian-Gerai-Pajak-Jakarta-Ahok
Dua orang petugas memberikan penjelasan mengenai proses pembayaran pajak, di Gerai Pajak, Tanah Abang, Jakarta, Selasa (1/9/2015). Gerai layanan terpadu merupakan kerjasama antara Dirjen Pajak KPP dan Pemprov DKI Jakarta. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Bali - Sebagai langkah mempercepat proses pemeriksaan terhadap para wajib pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus mengembangkan sistem e-audit. Hal ini dilakukan sebagai salah satu solusi mengatasi masalah kekurangan petugas pemeriksa pajak.

Direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP Kemenkeu Edi Slamet Irianto mengatakan, dengan jumlah wajib pajak yang ada sekarang, idealnya negara memiliki sekitar 30 ribu hingga 40 ribu tenaga pemeriksa pajak. Namun saat ini DJP baru mempunyai 4.500 tenaga pemeriksa.

"Idealnya kita butuh 30 ribu-40 ribu tenaga pemeriksa. Sekarang hanya sekitar 4.500. Jadi yang dibutuhkan masih sekitar 25.500 tenaga pemeriksa. Itu minimum. Kenapa saya bilang 30 ribu? Karena kita sudah dibantu e-audit," ujar dia di Bali, Kamis (25/2/2016).

Menurut Edi, jika kebutuhan akan tenaga pemeriksa ini bisa dipenuhi maka akan meminimalisir terjadinya tindak pengemplangan pajak. Sebab, jika tenaga pemeriksa mencukupi, maka minimal setiap 5 tahun sekali wajib pajak akan terkena pemeriksaan untuk mengetahui kepatuhannya membayar pajak.


"Itu kalau kita mau konsisten pada Undang-Undang (UU), bahwa dalam 5 tahun sekali pada wajib pajak akan dilakukan pemeriksaan. Jadi kalau dia melakukan pengemplangan pajak dalam 5 tahun maksimal akan ketahuan," dia menuturkan.

Sementara mengenai e-audit, sistem yang mulai diterapkan sejak 2015 ini dinilai efektif dalam menghemat waktu pemeriksaan yang dilakukan petugas pajak.

"E-audit itu bisa menghemat waktu 70 persen dibanding konvensional. Karena saat kami periksa, akan langsung nge-link ke KKP (kertas kerja pemeriksaan). Jadi pemeriksaan kedepan akan lebih cepat dan gambaran saya akan bisa pertanggung jawabkan karena secara sistem. Dan ini bagus," jelas dia.

Melalui sistem ini, lanjut Edi, semua proses pemeriksaan terhadap wajib pajak menjadi lebih tercatat dan terkontrol. Oleh sebab itu, DJP akan terus melakukan pengembangan terhadap sistem ini.

"Di 2015 kami sudah mendesain bahwa pemeriksaan itu berbasis audit. Jadi kami gunakan e-audit mulai dari audit plan sampai akhir. Bisa terkontrol melalui sistem. Setiap ada pergerakan pemeriksaan bisa ter-record ke sistem. Itu mulai 2015, dan sekarang kami mulai lagi dengan e-audit," pungkas dia. (Dny/Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya