Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan semua nama-nama orang Indonesia yang beredar di data Panama Papers belum terbukti bersalah.
Pihaknya terus mencocokkan nama di Panama Papers dengan data yang dimiliki Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak untuk mengungkap kebenaran skandal pajak melalui modus pendirian perusahaan dengan tujuan tertentu SPV (Special Purpose Vehicle/SPV).
"Belum tentu semua orang Indonesia yang namanya atau SPV-nya ada di situ (Panama Papers) melakukan kesalahan," ujar Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro, saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Jakarta, Senin (11/4/2016).
Advertisement
Bambang menuturkan ada orang-orang Indonesia menggunakan perusahaan tersebut untuk menjalankan bisnis di luar negeri. Mereka melaporkan aset maupun penghasilannya, serta membayar pajak di Indonesia meskipun SPV didirikan di negara surga pajak (tax haven).
Advertisement
Baca Juga
"Ya mungkin dia menyalahi pajak di negara itu, tapi dia tidak menyalahi pajak di Indonesia. Dia menyalahi pajak di sini kalau rekeningnya disimpan di luar negeri tanpa pernah dilaporkan di Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak," kata Bambang.
Ia menjelaskan seseorang dikatakan melanggar aturan perpajakan apabila mendirikan SPV di negara suaka pajak dengan tujuan penghindaran pajak. Modusnya berbagai macam dan menimbulkan kerugian bagi Indonesia.
Bambang mengakui banyak SPV memberikan pinjaman shareholder, pinjaman pemilik kepada perusahaan tersebut.
Ketika itu terjadi, katanya, data utang luar negeri swasta Indonesia langsung naik karena diperhitungkan sebagai utang luar negeri swasta.
Di sisi lain, dari pajak. Artinya, bunga yang dibayarkan untuk membayar utang itu dapat mengurangi keuntungan, yang akhirnya mengurangi Pajak Penghasilan (PPh) Badan.
"Ketika membayar bunga ke perusahaan di Panama misalnya, seolah-olah dia bayar bunga, padahal itu dividen. Dan lagi-lagi dia tidak bayar PPh dividen. Jadi kita dobel dampaknya. Padahal pajak harus dipungut ditempat atau negara di mana dia melakukan aktivitas bisnisnya," ujar dia.
Bambang mengatakan penghindaran pajak merupakan hal lumrah secara manusiawi. Ia mengatakan hal itu bukan saja dilakukan orang-orang Indonesia, tapi juga di seluruh dunia.
Dalam kasus Panama Papers contohnya, Bambang mengatakan selain Warga Negara Indonesia (WNI), ada warga negara lain, bahkan pimpinan negara lain terseret.
"Tapi kita tetap akan gunakan data Panama Papers sebagai pelengkap dari data rekening orang Indonesia di luar negeri yang dimiliki Ditjen Pajak. Kita akan tegakkan hukum tahun ini lantaran data sudah terbuka, apalagi nanti jika Automatic Exchange for Information (AEoI) berlaku di 2018," ujar dia. (Fik/Ahm)