Ketimpangan Ekonomi RI Membaik karena Kebijakan Pemerintah

Penurunan gini ratio disebabkan pengeluaran 40 persen penduduk miskin meningkat.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 19 Apr 2016, 11:36 WIB
Diterbitkan 19 Apr 2016, 11:36 WIB
Bahas Harga Gula, Menteri Sofyan Djalil Datangi KPK
Menko Perekonomian Sofyan Djalil (tengah) usai Rapat Koordinasi dengan pimpinan KPK, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (19/3/2015). Rapat Koordinasi tersebut untuk membahas perdagangan harga gula di Indonesia. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas mengklaim penurunan ketimpangan pengeluaran antara orang kaya dan orang miskin (gini ratio) pada September 2015 menjadi 0,40 karena kebijakan pemerintah. Pemerintah sejak tahun lalu jor-joran memberikan insentif dan bantuan sebagai bantalan masyarakat saat kondisi perekonomian nasional terpuruk.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Sofjan Djalil bersyukur atas membaiknya tingkat ketimpangan di Indonesia dari 0,41 pada Maret 2015 menjadi 0,40 pada September lalu. Pemerintah sangat konsisten dalam menjalankan program maupun kebijakan untuk menolong daya beli masyarakat.

"Gini ratio jadi lebih baik salah satunya karena program pemerintah sangat spesifik mengenai itu. Misalnya bantuan langsung tunai, BPJS Kesehatan, peningkatan anggaran pendidikan, dan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga rendah," tegasnya saat ditemui di Hotel Shangri-La, Jakarta, Selasa (19/4/2016).

Bantuan atau program tersebut, kata Sofyan, menguntungkan kelompok masyarakat kelas bawah sehingga pengeluaran orang-orang miskin meningkat. Sementara situasi perekonomian yang lesu tahun lalu menggerogoti pendapatan pengusaha maupun orang-orang berpenghasilan atas.

"Pihak kelas atas tidak terlalu tinggi dan cepat pengeluarannya karena pendapatan berkurang," tegas Sofyan.

Terkait masih tingginya gini ratio di beberapa Provinsi, seperti DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Papua Barat, dan provinsi lain, menurut Sofyan, merupakan masalah yang masih perlu dicari jalan keluarnya oleh pemerintah. "Kita tahu masih tinggi gini ratio-nya, ini memang masalah. Tapi tidak bisa diselesaikan dalam waktu satu malam saja," tutur Sofyan.

Sebelumnya pada 18 April 2016, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tingkat ketimpangan antara orang kaya dan miskin di Indonesia turun tipis 0,01 poin menjadi 0,40 pada September 2015 dari periode Maret 2015 sebesar 0,41. Sementara level gini ratio pada September 2014 sebesar 0,41.

Kepala BPS Suryamin menjelaskan, dalam perhitungan gini ratio, level ketimpangan kurang dari 0,30 termasuk rendah. Sementara level 0,30 - 0,50 masuk dalam kategori ketimpangan menengah. Sementara lebih dari 0,50 disebut kategori ketimpangan tinggi.

"Tingkat kesenjangan antara masyarakat berpenghasilan rendah dan tinggi di Indonesia 0,40 di periode September 2015 atau turun 0,01 poin dibanding Maret lalu yang sebesar 0,41. Itu artinya terjadi perbaikan pemerataan pendapatan," jelas dia. 

Telah terjadi perubahan pengeluaran penduduk per kapita yang terbagi atas tiga kelompok, yakni golongan masyarakat berpenghasilan terendah, berpendapatan menengah, dan berpenghasilan tinggi.

Di periode September 2015 dibanding Maret 2015, penurunan gini ratio disebabkan pengeluaran 40 persen penduduk miskin meningkat baik di kota maupun di desa secara persentase dari 17,10 persen menjadi 17,45 persen.

Kenaikan juga terjadi di kelompok 40 persen penduduk berpengeluaran menengah dari 34,65 persen menjadi 34,70 persen, dan pengeluaran pada kelompok 20 persen penduduk kaya justru menurun dari 48,25 persen menjadi 47,84 persen.

"Pengeluaran orang kaya memang turun, sedangkan orang miskin naik sehingga gini ratio turun. Itu terjadi karena adanya peningkatan pendapatan golongan menengah ke bawah, sehingga konsumsi lebih banyak," ujar Suryamin. (Fik/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya