Begini Langkah Persiapan BI Bila Tax Amnesty Berlaku

Saat ini, RUU Pengampunan Pajak (tax amnesty) masih dalam pembahasan DPR.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 25 Apr 2016, 20:20 WIB
Diterbitkan 25 Apr 2016, 20:20 WIB
20160425-RDP-Jakarta-Agus-Martowardojo-JT
Agus Martowardojo berbincang saat mengikuti RDP dengan Komisi XI DPR, Jakarta, Senin (25/4). RDP untuk meminta masukan dari BI, OJK dan BKPM terkait RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) yang masuk dalam RUU Prolegnas. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengakui harus ada instrumen keuangan yang cukup untuk menerima pembalikan dana (repatriasi) seiring pemberlakuan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty). Saat ini, RUU Pengampunan Pajak masih dalam pembahasan DPR.

Instrumen tersebut juga harus bisa menahan dana yang masuk ke Indonesia agar tidak keluar lagi. Selain itu, mampu menampung dana yang diperkirakan mencapai hingga Rp 560 triliun.

"‎Kalau tax amnesty yang masuk harus di-lock up selama 3 tahun, akhirnya tentu akan terjadi deposito 3 tahun, Surat Berharga Negara (SBN) yang diikat 3 tahun. Kita tentu akan sampaikan bahwa jangan majority profile-nya secara bersamaan, karena kalau sama-sama 3 tahun, nanti di akhir 3 tahun bisa terjadi tekanan dana keluar‎," kata dia usai rapat dengar pendapat tentang tax amnesty di DPR, Jakarta, Senin (25/4/2016).


Dia mengaku BI sedang menyiapkan langkah supaya dana-dana tersebut bisa tersebar ke instrumen keuangan yang lain.

"‎Jadi kita akan mempersiapkan diri dengan baik, yang penting kalau ada dana yang masuk apabila itu masuk yang paling utama beli SBN, tetapi dana yang masuk lain bisa dipakai untuk ekuitas, saham, obligasi korporasi ataupun bentuk-bentuk investasi yang lain," jelas Agus.

Khusus untuk perbankan, dia menuturkan, kondisinya sedang baik. Hal itu tercermin dari rasio pinjaman terhadap simpanan (loan deposit ratio/LDR) di kisaran 88-90 persen. Namun dikatakan perlunya antisipasi penurunan LDR yang berdampak pada mahalnya pinjaman.

"Bentuk deposito perbankan yang terjadi LDR menurun dan kalau tidak didukung lending akan buat biaya mahal. Tapi biasanya perbankan sudah siap untuk nanti menyalurkan di pembiayaan yang sekarang marak itu untuk hilirisasi, infrastruktur, atau kegiatan-kegiatan produktif lainnya dan ini tentu bakal beri dampak positif bagi ekonomi Indonesia," beber dia.

Upaya Gagalkan Tax Amnesty

Sementara itu, pengamat menilai masih ada langkah pihak yang ingin menggagalkan program ini. Direktur Eksekutif for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo mengatakan, seharusnya pihak yang menyimpang uangnya di luar negeri, tidak perlu takut dan berupaya menggagalkan program Tax Amnesty.

"Rahasia pasti dijamin oleh Ditjen Pajak. Tidak usah ragu ikut pengampunan pajak dan bawa pulang duit ke dalam negeri," kata Yustinus.

Di tengah upaya pembahasan RUU Pengampunan Pajak tersebut, sejumlah kalangan menilai  ada upaya penjegalan agar RUU Pengampunan Pajak tak jadi disahkan. Disinyalir, orang-orang Indonesia yang menaruh asetnya di luar negeri, banyak yang khawatir dengan pengampunan pajak.

Ini lantaran mereka  takut data mereka terbongkar. Selain itu juga masih ada kekhawatiran dan keraguan untuk merepatriasi dana-dana ke dalam negeri.

Menurut dia, pemerintah juga perlu lebih gencar dalam mensosialisasikan program pengampunan pajak. Sebab, masih banyak masyarakat yang belum memahami sepenuhnya esensi dari pengampunan pajak.

Guru Besar Universitas Indonesia Gunadi mengatakan, pengampunan pajak sudah tepat untuk diberlakukan di Indonesia. Apalagi setelah terkuaknya dokumen Panama Papers yang mengungkapkan ada begitu banyak orang-orang Indonesia yang memiliki rekening di negara Tax Heaven.

Sejak awal, kata dia, pemerintah ingin menerapkan pengampunan pajak untuk menarik kembali dana-dana WNI yang diparkir di luar negeri. "Jadi, momentumnya pas untuk menerapkan pengampunan pajak setelah adanya Panama Papers," tutur dia.(Amd/Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya