DJP Bidik Wajib Pajak Kelas Kakap di Panama Papers

DJP telah memiliki prioritas utama dalam proses penelusuran dan identifikasi atas 1.038 nama Wajib Pajak (WP) dalam data Panama Papers.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 12 Mei 2016, 20:10 WIB
Diterbitkan 12 Mei 2016, 20:10 WIB
Ilustrasi skandal Panama Papers
Ilustrasi skandal Panama Papers (Reuters)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengutamakan Wajib Pajak (WP) Badan maupun Orang Pribadi kelas kakap sebagai sasaran identifikasi dalam data Panama Papers. Namun prioritas ini tidak mengenal status dan jabatan orang-orang kaya itu.

Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasteadi saat Konferensi Pers Panama Papers menegaskan, DJP telah memiliki prioritas utama dalam proses penelusuran dan identifikasi atas 1.038 nama Wajib Pajak (WP) dalam data Panama Papers.

"Kita punya skala prioritas tergantung data DJP, yang besar-besar otomatis. Ada ranking-ranking-nya. Tapi tidak melihat jabatan, apakah dia orang terkenal karena dalam Surat Pemberitahuan (SPT) tidak mencantumkan jabatan. Ada kok orang yang tidak terkenal, tapi besar (asetnya)," ujar Ken di kantornya, Jakarta, Kamis (12/5/2016).

Dirinya mengaku, sejak data Panama Papers terkuak pada April lalu dan mulai dibuka untuk umum 10 Mei, pihaknya langsung bekerja menelusuri data sebanyak 1.038 WP dalam dokumen Firma Hukum Mossack Fonseca. Dari jumlah itu, DJP mengidentifikasi sebanyak 28 WP Badan Usaha dan 1.010 WP Orang Pribadi.

"Dari 1.038 nama itu, kita identifikasi dengan data yang kita punya sampai hari ini sebanyak 800 orang. Hasilnya 272 yang punya NPWP. Sedangkan sisanya kita sedang cari apakah miliki NPWP atau tidak,"ucapnya.

Lebih jauh diakui Ken, dari 272 nama, sebanyak 225 WP telah melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak. DJP masih menelusuri dan mengidentifikasi apakah perusahaan cangkang atau Special Purpose Vehicle (SPV) yang dimiliki orang-orang Indonesia di Panama Papers sudah dilaporkan atau belum pada SPT.

Di sisi lain, WP yang sudah mendapat Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) sebanyak 137. DJP saat ini masih menelusuri dan mengidentifikasi apakah SKP atau STP berhubungan dengan data Panama Papers.

"Nah sebanyak 78 WP sedang dan telah diimbau untuk pembetulan SPT. Imbauan ini sedang ditelusuri apakah berhubungan dengan data Panama Papers," ucap Ken.

Sementara untuk nama lain yang masuk di Panama Papers dan belum diselidiki, DJP akan merampungkan proses identifikasinya sampai dengan akhir Mei 2016. Identifikasi lainnya adalah data orang-orang Indonesia yang memiliki aset di luar negeri, termasuk di negara surga pajak sebanyak 6.500 nama. Data resmi ini berasal dari otoritas pajak negara anggota G20.

"Semuanya kita selesaikan akhir Mei ini, bukan cuma WP di Panama Papers, Offshore Leaks, tapi juga yang 6.500 nama. Makanya kita kerja keras sekarang ini," terangnya.

Setelah selesai melakukan identifikasi, diakui Ken, tahapan selanjutnya memeriksa SPT Pajak, apakah sudah sesuai dengan data DJP, terutama perusahaan cangkang yang dimiliki di luar negeri apakah sudah masuk di dalam SPT.

"Kalau sudah diperiksa dan ada utang pajak, ya harus dibayar dulu karena target DJP adalah kepatuhan dari orang-orang yang namanya masuk di Panama Papers," kata Ken.

Sayangnya, Ken mengaku belum mengetahui maupun menghitung potensi kurang bayar pajak maupun penerimaan pajak dari menguak data Panama Papers. Sebab, tambah dia, DJP perlu mengetahui terlebih dahulu subjek maupun objek pajaknya, baru bisa menentukan tarif pajak dan berapa pajak yang harus disetor.

"Data Panama Papers itu tidak jelas. Cuma ada nama, tapi tidak tahu objeknya. Jadi tidak bisa langsung dipajakin berapa," keluhnya. 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya