Ini Alasan Sulitnya Bangun Infrastruktur di Papua

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melakukan pengembangan infrastruktur kereta api di Indonesia, khususnya Papua.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 25 Mei 2016, 14:01 WIB
Diterbitkan 25 Mei 2016, 14:01 WIB
Pelayanan dan Inovasi Kereta Api Tanpa Henti Untuk Negeri (adv)
Dalam rangka HUT RI ke-70 , PT KAI menggelar program bedah rumah, layanan KRL gratis, hingga diskon tiket kereta api bandara.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melakukan pengembangan infrastruktur kereta api di Indonesia khususnya Papua. Namun, pembangunan tersebut kerap kali dihadapkan oleh permasalahan pembebasan lahan yang disebabkan oleh masalah tanah adat.

Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Prasetyo Boeditjahjono mengatakan, tahun ini pemerintah akan membangun kereta api Trans Papua. ‎Menurutnya, salah satu kendala dalam pembangunan tersebut ialah permasalahan lahan atau tanah ulayat.

Tanah ulayat ialah bidang tanah yang di atasnya terdapat hak ulayat atau kewenangan masyarakat hukum adat atas wilayah tertentu. Dengan kewenangan ini, masyarakat boleh mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah bagi kelangsungan hidupnya. Masyarakat yang dimaksud ialah orang yang memiliki hubungan lahiriah dan batiniah turun-temurun dan tidak terputus.

"Dari cerita tidak terlalu jelas, karena bukan sertifikat. Kalau sertifikat enak, (contohnya) yang punya Joice (Humas Ditjen Perkeretaapian) ya sudah kita selesaikan Bu Joice. Kalau ini kan adat, lainnya sudah bebaskan, sudah bayar, nanti barangkali keturunannya nanya lagi dulu yang dapat ibu saya, saya belum dapat," ujar dia kepada Liputan6.com, di Kantor Kemenhub Jakarta, Rabu (25/5/2016).

Oleh karena itu, Kemenhub terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah Papua. ‎Menurut Prasetyo, pemerintah daerah telah siap untuk membantu Kemenhub terkait penyelesaian lahan tersebut.

"Ini yang sudah diantisipasi diskusi dengan teman-teman Papua Barat mohon jangan terjadi lagi. Oke siap katanya. Kemudian ini tanahnya bentuknya apa? Nggak ada, t‎anah hutan siapa yang punya, kalau mau ngaku punyanya adat ini, suku ini, mungkin begitu. Kemarin saya dengar sudah telepon Wali Kota Sorong untuk meng-clear-kan masalah ini," ungkap dia.

Prasetyo menambahkan, sengketa yang disebabkan oleh masalah lahan masih terjadi di Papua. Pihaknya berharap, peristiwa ini tak terjadi lagi saat pembangunan kereta Trans Papua ke depannya.

‎"Kemarin lucu bandara sudah kita bebaskan tanahnya. Ini ceritanya sama sudah dibebaskan, saya lupa namanya bandara mana, sudah dioperasikan, ada yang datang, ini sudah milik negara. 'Itu dulu kakek saya, saya belum tahu'," tukas dia.

Sebagai informasi, kereta api Trans Papua menghubungkan Sorong, Manokwari, Nabire, Sarmi, dan Jayapura. Dari Nabire, juga dikembangkan menuju Timika. Secara total, panjang jalur kereta api Trans Papua mencapai 1.550 km.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya