Tax Amnesty Gairahkan Industri Properti

Industri properti diperkirakan mendapat 10 persen dari aliran dana repatriasi.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 16 Agu 2016, 15:20 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2016, 15:20 WIB
20160217-pameran Indonesia properti expo 2016-Jakarta
Sejumlah maket perumahan saat pameran Indonesia Properti Expo 2016 di Senayan, Jakarta, Rabu (17/2). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Industri properti bakal mendapat untung dari penerapan tax amnesty atau pengampunan pajak. Lantaran properti menjadi bagian dari pintu masuk atau gateway dari dana repatriasi tax amnesty.

Assistant Vice President PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) Agung Wirajaya ‎mengatakan, setidaknya industri properti mendapat 10 persen dari aliran dana repatriasi. Memang jumlah tersebut dianggap masih relatif kecil.

"Walaupun melihat sebagai instrumen yang aman. Tapi orang masih melihat dan perlu edukasi properti capital gain tinggi. Kenapa perlu diedukasi, para investor tidak banyak dan itu-itu saja," kata dia di Kantor APLN, Jakarta, Selasa (16/8/2016).

Dia mengapreasi kebijakan pemerintah untuk mendorong sektor properti. Terlebih, lanjut dia, sektor ini memang sedang lesu.

"‎Peraturan tax amnesty keluarnya dikit-dikit. Dulu fokusnya tax amnesty di bidang keuangan mau ditangkap perbankan. Terakhir PMK yang akomodir bisa untuk properti dan emas. Ternyata pemerintah menganggap instrumen untuk pengampunan pajak," jelas dia.

Dia mengatakan, aliran dana repatriasi juga minim risiko atau menimbulkan harga yang tidak wajar (bubble). Ia menilai, bubble terjadi jika jumlah supply dan demand tidak seimbang.

Sebagai contoh, pemerintah Singapura melakukan intervensi terhadap harga properti karena tingginya permintaan tapi tidak diimbangi dengan persediaan. Wilayah Singapura sendiri sempit sehingga risiko bubble tinggi.

Sementara Indonesia, saat ‎permintaan akan properti tinggi mampu diimbangi oleh penyediaan properti. Alhasil, harga properti stabil tinggi tapi terkontrol.

"Indonesia beda, (harga) naik terus tidak pernah turun. Paling stagnan. Karena demikian demand tetap tinggi, ada investor juga. Begitu tinggi, dia ngerem sendiri. Kontrolnya di pasar sendiri," ujar dia. (Amd/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya