Liputan6.com, Jakarta Pemerintah berencana menerapkan campuran bioethanol yang berasal dari fermentasi tebu ke Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis gasoline atau bensin pada tahun depan. Hal tersebut merupakan lanjutan program sebelumnya campuran biodiesel pada solar sebesar 20 persen (B20).
Bagaimana kualitas BBM yang dicampur bioethanol?
Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang mengatakan, pencampuran bioethanol pada bensin akan meningkatkan kadar Research Octane Number (RON), sehingga kualitasnya semakin baik.
Advertisement
"Sebetulnya campuran dengan ethanol itu bagus-bagus saja, karena menaikkan RON," kata Bambang, di Jakarta, Kamis (15/9/2016).
Bambang mengungkapkan, untuk jenis bensin yang akan dicampur dengan bioethanol rencananya adalah Pertamax 92. Campuran tersebut pertama kali dilakukan. Pertamax dipilih karena jumlah produksi bioethanol masih sedikit, sehingga dapat menyesuaikan volume bahan bakar itu sendiri.
"Iya (Pertama dilakukan) karena jumlahnya masih kecil, produksi yang menghasilkan etanol masih kecil," tutur Bambang.
Namun Bambang menyayangkan mahalnya harga ethanol ketimbang Pertamax, karena itu Pertamina membutuhkan subsidi. Namun ada jalan lain untuk menekan harga ethanol yaitu membebaskan ethanol untuk campuran BBM dari cukai.
Selama ini bioethanol juga digunakan untuk campuran minuman keras, dengan begitu bioethanol dikenakan cukai. Karena itu, Pertamina saat ini ingin Pemerintah membebaskan pungutan cukai bioethanol yang menjadi campuran Pertamax CS, karena bioethanol untuk miras dengan campuran Pertamax Cs berbeda peruntukannya.
"Sebetulnya ada satu parameter lebih murah, kami lagi ngajukan, ini kan ethanol ini kan dianggap sebagai bahan buat minuman keras. Nah kalau buat peredarannya diawasi, jadi kami ngajukan toleransi, kalau untuk minuman teteplah cukai segala itu berlaku. Tapi kalau untuk BBM, jangan sampai (ada) cukai, " terang Bambang.
Menurut Bambang, ada perbedaan Rp 1.000 per liter antara Pertamax dengan bioethanol saat ini, agar pencampuran bioetanol dalam Pertamax CS dapat diterapkan pada tahun depan ada cara untuk menjangkau harganya yaitu dengan disubsidi atau menaikkan harga Pertamax Cs.
"Ya lumayan sih, bedanya per liternya itu hampir Rp 1.000, makanya kalau kemudian minta cuma 2 persen jadi enggak beda banyak kan, nah kondisinya enggak beda itu kan, apakah naikkan harga atau subsidi," tutur Bambang.
Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax dan Pertamax Plus akan dicampur dengan bioethanol yang berasal dari fermentasi tebu pada 2017. Hal tersebut untuk mendorong penggunaan Bahan Bakar Nabati (BBN).
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE) Rida Mulyana mengatakan, setelah melakukan diskusi dengan pihak PT Pertamina (Persero), penerapan campuran bioetanol pada BBM akan diterapkan pada Pertamax dan Pertamax Plus.
"Berdasarkan pembicaraan dengan Pertamina, akan difokuskan ke Pertamax plus dan Pertamax," kata Rida, dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR dengan Kementerian ESDM, beberapa waktu lalu.
Menurut Rida, untuk menerapkan program tersebut Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mengajukan subsidi bioethanol untuk dicampurkan pada BBM jenis Pertamax sebesar Rp 225 miliar, dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2017.
"Subisidi bioethanol ditetapkan dari Harga Indek Pasar (HIP) Bioetanol dikurang HIP bensin Rp 4.382 per liter," terang Rida.
Menurut Rida, dengan subsidi bioethanol Rp 225 miliar tersebut ada sebanyak 50 ribu Kilo Liter ethanol untuk dicampurkan ke Pertamax dan Pertamax Plus, setiap liter Pertamax akan dicampurkan 2 persen bioethanol. Sedangkan payung hukum campuran bioethanol ke BBM terdapat dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 6034 tahun 2016.