Liputan6.com, Jakarta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno menegaskan, pemerintah dan PT PLN (Persero) terus berupaya merealisasikan proyek kelistrikan 35 ribu Megawatt (MW) hingga 2019. Megaproyek ini tetap berjalan, tanpa ada yang mandek seperti yang diisukan belakangan ini.
"Saya ingin menekankan, yang selalu diramaikan urusan proyek 34 proyek listrik mandek. Itu proyek yang dulu lho, 6-8 tahun lalu, bukan 35 ribu MW," tegas Rini usai Peringatan Hari Listrik Nasional di JCC, Minggu (13/11/2016).
Menurut Mantan Menteri Perindustrian itu, proyek pembangkit listrik 35 ribu MW tetap jalan seperti yang diharapkan. Target tersebut bisa dipenuhi dengan tambahan listrik dari proyek pembangkit yang mandek.
Advertisement
"Proyek 35 ribu MW jalan terus seperti yang diharapkan. Dengan target 2019, tambahan listrik 26 ribu MW. Sedangkan sisanya 19 ribu MW, diharapkan 7 ribu MW listrik dari proyek yang mandek," Rini mengatakan.
Dengan proyek-proyek pembangkit listrik dari PLN, diharapkan Rini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebesar 6 persen di 2018.
"Pak Presiden menargetkan pertumbuhan ekonomi 6 persen di 2018. Ada proyek listrik yang sudah disiapkan dan bisa diselesaikan PLN pada 2018," jelas Rini.
Baca Juga
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengaku, PLN akan melanjutkan 17 dari 34 proyek pembangkit listrik yang mandek. "Nilai investasi 17 proyek yang mandek dan mau diambil (dilanjutkan) ini sekitar Rp 6 triliunan dengan kapasitas 300-400 MW," tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Sofyan mengungkapkan, sebanyak 34 proyek pembangkit listrik sudah mandek selama 6-8 tahun lalu. Perusahaan sudah mengevaluasi proyek tersebut satu per satu untuk mengetahui permasalahan dan mencari solusi.
"Kita akan lanjutkan 17 dari 34 proyek itu. Sekarang lagi menunggu legal dan finansial karena harus didatangi satu per satu, diperiksa dan dihitung ulang oleh para ahli yang menangani. Jadi sudah clear 17 proyek akan kita lanjutkan," ujarnya.
Menurut Sofyan, puluhan proyek pembangkit listrik disebabkan karena tender yang diikuti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta beberapa tahun lalu berlomba-lomba menawarkan harga dan investasi paling rendah. Faktanya, dia bilang, proyek akhirnya tidak berjalan akibat terlalu murah.
"Dari perencanaan tidak sempurna, ditambah lahan misalnya gambut atau sulit dicapai dari jalan provinsi, harus bangun infrastruktur jalan, dan banyak kebutuhan lain yang tidak pernah dihitung tapi ternyata menjadi biaya yang sangat luar biasa. Jadi banyak yang berhenti dan pergi," jelasnya.
Namun demikian, kata Sofyan, proyek ini sudah menjadi konsekuensi dan tanggungjawab yang harus digarap walaupun pasti ada tambahan biaya karena ada perhitungan ulang dari para ahli. Sementara anggaran dari PLN hanya sekitar Rp 1 triliun.
"Kalau memang sudah ditinggalkan dan bank garansi diklaim, maka kewajiban mereka sudah selesai. Kami harus bangun kembali," tegasnya.
PLN harus melaksanakan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2006 dan Perpres 4 Tahun 2010. "Jadi kami hitung cost and benefit-nya apakah dibangun baru, dilanjutkan atau narik transmisi. Mana yang mau didahulukan, misalnya bangun genset tambahan di situ," Sofyan menjelaskan.
Meski tidak menyebutkan kebutuhan anggaran untuk melanjutkan proyek listrik mandek, Sofyan menerangkan, sebagian anggaran ditanggung pihak BUMN dan swasta karena menjadi konsekuensi mereka.
"Ada beberapa BUMN yang kita kerjasama dengan anak usaha PLN untuk mencari solusi. Jadi tujuannya tidak cari untung lagi mereka, tapi bagaimana menekan rugi paling kecil," tandas Sofyan. (Fik/Gdn)