Begini Perjuangan Pemerintah Kejar Pajak Google

Google menolak diperiksa pada September 2016, sejak itulah Ditjen Pajak menetapkan pemeriksaan bukti permulaan pajak kepada perusahaan itu.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 20 Des 2016, 13:00 WIB
Diterbitkan 20 Des 2016, 13:00 WIB

Liputan6.com, Jakarta Sejak menolak diperiksa, kasus tunggakan pajak perusahaan internet raksasa asal Amerika Serikat (AS), Google mendapat sorotan publik. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak berjuang keras menagih utang pajak tersebut.

Bahkan pemerintah sempat melunak dengan membuka pintu negosiasi dengan Google dalam penyelesaian kasus pajaknya.

Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Pajak Jakarta Khusus, Muhammad Haniv mengatakan, sejak Google menolak diperiksa pada September 2016, sejak itulah Ditjen Pajak menetapkan pemeriksaan bukti permulaan kepada perusahaan tersebut.

Hal ini berlandaskan saling membutuhkan dan tren di dunia yang membuka jalan damai melalui tax settlement (nilai tawaran penyelesaian tunggakan pajak), sebagai cara yang dipakai Ditjen Pajak.

Proses negosiasi dibuka dengan merujuk pada angka damai seperti yang dilakukan pemerintah Inggris. India, dan negara lain.

"Ya sudah kita ikuti tren dunia untuk masalah Google ini, karena Google menggunakan modus baru, kalau kita main keras, belum tentu kita kuat juga. Sebenarnya di pajak tidak biasa main angka damai, tapi tren dunia begitu," jelas Haniv di kantornya, Jakarta, Selasa (20/12/2016).

Setelah melalui proses perundingan damai, negosiasi ternyata menemui jalan buntu. Google mengajukan nilai tawaran pembayaran utang pajak yang jauh lebih kecil dari perhitungan pemerintah.

Haniv menceritakan, proses jalan damai antara Ditjen Pajak dan Google berlangsung pada awal Desember ini. Petinggi Google Singapura datang ke kantor Ditjen Pajak secara mendadak atas perintah langsung Google Amerika Serikat (AS).

"Tidak ada janji apapun, tiba-tiba Google Singapura datang tanggal 10 atau 11 Desember. Mereka bilang, kami mau negosiasi sekarang. Langsung kita rapat besar, mereka minta saya turunkan (nilai pajak), lalu mereka naikkan penawaran. Sudah kayak pasar," kata Haniv.

Kemudian, dia menambahkan, Ditjen Pajak menolak penawaran nilai pajak yang diajukan Google. Sebab tawaran angka pajak pemerintah sudah angka minimal jika dihitung dari utang pajak Google periode 2015.

Meski dia tidak menyebut nilai pengajuan pajak pemerintah kepada Google tersebut, dia menghitung kewajiban pokok pajak plus sanksi bunga yang seharusnya dibayarkan perusahaan tersebut bisa mencapai Rp 3 triliun untuk tahun pajak 2015. Sementara dihitung tahun pajak 5 tahun ke belakang ditambah sanksi 150 persen, bisa mencapai lebih dari Rp 5 triliun.   

"Saya tidak mau lagi ditawar karena mereka nawar di bawah sekali. Kalau saya ajukan 10, mereka nawar 2, kan seperlimanya, padahal angka itu sudah angka lebih kecil dari kewajiban seharusnya di 2015, belum saya hitung utang pajak 2014, 2013, dan seterusnya, jadi tidak masuk akal yang mereka minta. Harusnya bersyukur dan menerima angka setelmen," terang dia.

Kata Haniv, proses ini kian parah dengan permintaan data elektronik keuangan yang hingga kini belum dikirim Google. Perusahaan tersebut meminta waktu menyerahkan laporan elektronik itu berbulan-bulan. Saat ini, Ditjen Pajak hanya mengandalkan laporan keuangan tertulis yang diserahkan Google.

"Google harusnya malu masa diminta file elektronik butuh waktu bulanan. Kalau kita cari data di internet saja kapasitas terabyte paling lama 1-2 jam, masa sekelas Google berbulan-bulan," tegas Haniv.

Atas alasan tersebut, Haniv menegaskan, pemerintah menutup pintu perundingan atau jalan damai dengan Google dalam penyelesaian tunggakan pajak.

Ditjen Pajak akan meningkatkan status Google di tahapan preliminary investigation, di mana perusahaan ini harus membayar utang pokok pajak plus sanksi bunga 150 persen dari utang pajak selama 5 tahun terakhir yang mencapai lebih dari Rp 5 triliun.

"Posisi saat ini close settlement, tidak ada lagi setlement. Sekarang masuk tahapan preliminary investigation di Januari dengan dikenakan sanksi bunga 150 persen dari utang pajak selama 5 tahun terakhir, itu bisa mencapai lebih dari Rp 5 triliun karena kita anggap tidak ada niat baik Google bayar pajak," dia menegaskan,

Jika Google tidak membayar dan tidak memberikan data elektronik tersebut, maka Ditjen Pajak menaikkan status pemeriksaan Google pada tahapan investigasi penuh di Februari. "Bulan Februari bisa full investigation dengan kewajiban membayar utang pajak ditambah sanksi 400 persen," dia menandaskan. (Fik/Nrm)

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya