5 Faktor Ini yang Bikin Bisnis Ritel Cerah Sepanjang 2016

Bisnis ritel tumbuh mencapai 10% pada tahun ini.

oleh Septian Deny diperbarui 28 Des 2016, 19:40 WIB
Diterbitkan 28 Des 2016, 19:40 WIB
Bisnis Ritel
Bisnis Ritel

Liputan6.com, Jakarta Bisnis ritel nasional mencatatkan pertumbuhan lebih baik di tahun ini mencapai 10 persen. Pertumbuhan ini terpicu sejumlah faktor internal.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey membeberkan faktor tersebut.

Pertama, tutur dia, karena inflasi yang terkendali pada tahun ini. Pemerintah mampu menekan inflasi pada kisaran 3,1 persen-3,2 persen. Berbeda dengan tahun lalu di mana inflasi mencapai 7 persen.

"Tahun ini, kita syukuri bahwa kita bisa mencapai setengahnya dari tahun lalu sehingga kita memilik daya beli konsumen yang cukup bagus. Inflasi ini faktor yang memengaruhi harga. Ketika inflasi tinggi berarti rupiah tergerus tinggi. atau sebaliknya. Sehingga nilai dari suatu barang tentunya lebih baik ketika inflasi rendah," ujar dia di Jakarta, Rabu (28/12/2016).

Kedua, yaitu harga energi listrik, gas dan bahan bakar minyak (BBM) yang cenderung stabil di tahun ini. Hal ini juga turut menjaga daya beli masyarakat.

"Kedua, dampak dari harga energi. Baru kita dengarkan satu bulan terakhir akan ada eskalasi di 2017, tapo secara prinsip tahun ini jauh lebih stabil dan terprediksi dibanding tahun lalu. Harga komponen listrik, gas, dan minyak," dia menuturkan.

Ketiga, yaitu suku Bunga bank Indonesia (BI rate) yang diturunkan hingga ke angka 6,75 persen. Hal ini membuat masyarakat berani untuk melakukan pinjaman ke bank untuk kebutuhan konsumtif dan usaha, sehingga terjadi perputaran uang yang lebih baik.

"BI rate kita tahun ini telah turun tiga kali masing-masing 0,25 persen sehingga menyentuh angka 6,75 persen. Faktor BI rate sangat menentukan faktor pinjaman setiap masyarakat indonesia, dan ada pinjaman baik buat rumah, mobil. Terjadi relaksasi karena BI rate turun, sehingga bunga pinjaman yang sebelumnya 10 persen-12 persen, sekarang cenderung ke 9 persen," jelas dia.

Keempat, deregulasi dan adanya paket kebijakan ekonomi yang dirilis pemerintah dinilai berdampak positif bagi perekonomian di 2016. Hal ini turut mendorong pertumbuhan industri, termasuk ritel.

"Realisasi deregulasi dan paket kebijakan, ini sudah sampai ke-14. Kita terus mengikuti dan mengawal paket deregulasi yang dikeluarkan, dan kita syukuri dari 9 September 2015 hingga saat ini sedikit banyaknya sudah terealisir sudah 80 persen lebih terealisir. Paket yang terealisir ini tentu juga mendorong daya saing dan produktifitas industri, termasuk industri retail sendiri," ungkap dia.

Dan kelima, penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang lebih baik di tahun ini. Hal ini turut menjaga laju pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat.

"Kelima, yang membedakan dengan 2015 adalah industri retail kita pada tahun ini memiliki perbedaan signifikan ketika Ramadan. Tahun lalu Ramadan tidak terjadi gejolak penjualan retail, tapi tahun ini terjadi gejolak. Walalupun ada bulan tertentu penurunan, tapi khusus Ramadan naik signifikan. Setelah kami analisa, yang menyebabkan adalah penyerapan anggaran APBN yang jauh lebih terstruktur, terjangkau ke seluruh daerah sehingga penyerapan anggaran ini yang memutar karya produktifitas masyarakat," tandas dia. (Dny/Nrm)

 

Tag Terkait

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya