Pengusaha Lega Barang Ritel di Mal Tak Kena PPN 12%

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo memastikan bahwa barang-barang kebutuhan sehari-hari yang dibeli masyarakat luas tidak dikenakan kenaikan PPN 12 persen.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 03 Jan 2025, 17:15 WIB
Diterbitkan 03 Jan 2025, 17:15 WIB
PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah, Bagaimana Detailnya?
Pemerintah dan DPR menyebut bahwa penerapan kebijakan tarif PPN 12 persen itu hanya menyasar dan selektif hanya kepada barang mewah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo memastikan bahwa barang-barang kebutuhan sehari-hari yang dibeli masyarakat luas tidak dikenakan kenaikan PPN 12 persen.

"Setelah mendengar aspirasi masyarakat dan kami kedepankan bahwa yang (dikenakan PPN 12 persen) hanya barang-barang mewah. Untuk barang-barang yang lain dibutuhkan masyarakat atau bukan barang mewah tidak mengalami kenaikan," ungkap Suryo dalam Konferensi Pers di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Kamis (2/1).

Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) menyampaikan bahwa pihaknya menyambut baik keputusan Pemerintah memberlakukan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen hanya untuk barang mewah.

Hal ini mengingat situasi ekonomi dan daya beli masyarakat yang masih lemah pada 2024 lalu.

"Kita menghargai Pemerintah yang akhirnya mau mendengarkan masukan dari semua pihak sehingga PPN 12 persen ini hanya ke barang mewah, walaupun idealnya tidak ada kenaikan PPN 12 persen sama sekali," ujar Sekretaris Jenderal HIPPINDO, Haryanto Pratantara kepada Liputan6.com di Jakarta, dikutip Jumat (3/1/2025).

"Mengingat situasi ekonomi dan daya beli masyarakat yang cukup sulit di 2024 dan masih akan berlangsung di 2025," lanjut dia.

Pengusaha mall dan peritel pun lega dengan kenaikan PPN 12 persen tidak menimbulkan dampak pada barang-barang yang dijual di mall pada umumnya, karena tidak memasuki kategori barang mewah.

Namun Haryanto mengingatkan, pengusaha mall dan peritel masih menghadapi hambatan dari menurunnya daya beli masyarakat di kelas menengah.

"Hanya tantangan kita bersama saat ini adalah bagaimana meningkatkan daya beli masyarakat yang menurun, bahkan level di kelas menengah," bebernya.

"Juga bagaimana meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk mau belanja lagi setelah sebelumnya sempat ramai mengenai kenaikan PPN 12 persen ini, sehingga menurunkan minat masyarakat untuk belanja," tambahnya.

 

 

Uang Kelebihan Bayar PPN 12 Persen Bakal Dikembalikan, Bagaimana Mekanismenya?

PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah, Bagaimana Detailnya?
Presiden Prabowo Subianto sudah mengumumkan kebijakan terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menetapkan, kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen di 2025 hanya berlaku untuk beberapa barang super mewah saja. Pengumuman itu dilakukan beberapa jam sebelum berganti tahun pada Selasa, 31 Desember 2024 petang.

Hanya saja, beberapa barang dan jasa hingga transaksi digital telah terlanjur naik secara harga, dengan menghitung adanya PPN 12 persen.

Menanggapi kejadian ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan bakal mengembalikan kelebihan pajak tersebut, bagi konsumen yang sudah terlanjur melakukan pembayaran dengan tarif PPN 12 persen.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, DJP saat ini tengah mempersiapkan skema yang mengatur pengembalian kelebihan pajak tersebut.

"Ini yang lagi kita atur transisinya seperti apa, tapi prinsipnya kalau sudah kelebihan dipungut, ya dikembalikan. Kalau tidak membetulkan faktur pajak nanti dilaporkan juga bisa," ujar Suryo di Kantor Pusat DJP, Jakarta, dikutip Jumat (3/1/2025).

Selain itu, ia juga telah langsung menemui para pelaku ritel terkait perubahan skema PPN 12 persen ini. Ia mendengarkan keluhan, bahwa para pedagang sudah mengatur kenaikan pajak pertambahan nilai tersebut ke dalam sistem penjualannya.

“Saya juga sudah bertemu dengan para pelaku ritel, retailer khususnya ya. Memang harus dilakukan dengan mengubah sistem. Jadi kami lagi diskusi, kira-kira tiga bulan cukup enggak," imbuh Suryo.

Meskipun kenaikan PPN 12 persen tak jadi diterapkan pada semua barang dan jasa, DJP tetap harus berpegang pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Sehingga perlu Dasar Pengenaan Pajak (DPP) lain dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024.

"Kami lagi duduk, diskusi, kira-kira tiga bulan cukup enggak sistem mereka diubah. Jadi sebenarnya kami akan mencoba untuk mendudukkan, termasuk pada waktu pendudukan waktu pajaknya. Karena tidak semua membutuhkan waktu pajak secara insidentil, tapi sistematis," tuturnya.

Transaksi Saham Kena PPN 12% pada 2025

Kenaikan PPN ke 12% Jadi Langkah Moderat Pemerintah Saat Ini
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi Indonesia. © (AndreyPopov/depositphotos)

Bursa Efek Indonesia (BEI) akan menyesuaikan terkait penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan meningkat menjadi 12% mulai Januari 2025.

Ketentuan itu tertuang dalam surat resmi BEI No.: S-13561/BEI.KEU/12-2024.Perubahan ini merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 yang mengatur tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam Pasal 7 ayat 1 huruf a, dinyatakan bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik dari 11% menjadi 12% , dan mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

BEI menjelaskan semua invoice dan faktur pajak yang diterbitkan untuk layanan Bursa Efek Indonesia setelah 1 Januari 2025 akan mengalami penyesuaian tarif PPN dari 11% menjadi 12%. Hal ini bertujuan untuk mematuhi ketentuan yang baru ditetapkan.

Sementara itu, untuk invoice dan faktur pajak yang dikeluarkan sebelum 1 Januari 2025, tarif PPN yang berlaku tetap 11% sesuai dengan ketentuan yang lama. Dengan demikian, perubahan tarif ini hanya akan berlaku untuk dokumen yang diterbitkan setelah tanggal tersebut.

"Ketentuan lebih lanjut atas penyesuaian besaran tarif PPN dari yang sebelumnya 11% menjadi 12% akan mengikuti Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan diterbitkan kemudian oleh Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak," ungkap BEI dalam suratnya, sebagaimana dikutip pada Senin, 30 Desember 2024, ditulis Selasa (31/12/2024).

BEI juga mengingatkan agar semua pembayaran untuk tagihan yang diterbitkan sebelum 1 Januari 2025 dapat diselesaikan segera. Langkah ini diharapkan dapat mencegah dampak dari perubahan tarif PPN yang akan mulai berlaku pada 2025.

PPN 12 Persen Berlaku Mulai Januari 2025, Bursa Beberkan Dampaknya ke Transaksi Saham

Pemerintah berencana untuk menerapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Kebijakan ini merupakan bagian dari amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Di sektor pasar modal, kebijakan ini diperkirakan akan mempengaruhi biaya transaksi yang ada.

Kepala Divisi Riset Bursa Efek Indonesia (BEI), Verdi Ikhwan menyatakan secara historis, perubahan tarif PPN tidak banyak berdampak pada aktivitas transaksi di Bursa. Namun, terkait penerapan PPN 12 persen pada tahun 2025, Verdi menegaskan bahwa Bursa masih menunggu rincian lebih lanjut mengenai pelaksanaan kebijakan tersebut.

"Kalau berkaca pada  2022, saat PPN 10% ke 11%, ya ada ramai-ramai di market. Bahkan pada saat itu bersamaan dengan kenaikan bea materai dari Rp 6.000 ke Rp 10.000. Tapi faktanya transaksi pada saat itu tidak menunjukkan penurunan," ujar dia dalam sesi edukasi untuk wartawan pasar modal pada Kamis (19/12/2024).

Pada 2021, Presiden ke-7 Joko Widodo telah menerbitkan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan pada tanggal 29 Oktober 2021. Undang-undang ini menggantikan UU Nomor 6 Tahun 1983 yang mengatur Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan.

 

Infografis Contoh Barang Mewah dan Jasa Premium Kena PPN 12 Persen
Infografis Contoh Barang Mewah dan Jasa Premium Kena PPN 12 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya