Para Menteri WTO Sepakat Tuntaskan Agenda Paket Bali

Selain membahas status perundingan WTO di Jenewa, para menteri juga membahas persiapan KTM WTO ke-11 di Argentina pada Desember mendatang.

oleh Septian Deny diperbarui 20 Jan 2017, 11:30 WIB
Diterbitkan 20 Jan 2017, 11:30 WIB

Liputan6.com, Jakarta Para menteri negara anggota World Trade Organization (WTO) bertekad segera menuntaskan kesepakatan yang tertuang dalam Paket Bali (Bali Package). Paket yang sempat ditentang sejumlah negara maju ini memuat tiga agenda yaitu fasilitas perdagangan (trade facility), sektor pertanian, dan pembangunan negara-negara kurang berkembang (Least Developed Countries/LDCs).

Selain membahas status perundingan WTO di Jenewa, para menteri juga membahas persiapan KTM WTO ke-11 di Argentina pada Desember mendatang.

Hal ini diungkapkan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita usai melakukan pertemuan dengan para menteri negara sahabat di Davos, Swiss. Pertemuan dilakukan sebelum menghadiri pertemuan informal negara-negara WTO pada Jumat 20 Januari 2017 di sela-sela pertemuan World Economic Forum (WEF) di Davos.

"Khusus isu WTO, para menteri umumnya sepakat agar hasil-hasil KTM di Bali tahun 2013 dan KTM Nairobi tahun 2015 dituntaskan. Para menteri juga berharap agar KTM WTO ke-11 menghasilkan kemajuan pada isu-isu Doha, terutama di bidang pertanian. Selain itu juga dimulai pembicaraan mengenai isu-isu baru berdasarkan prinsip exploratory basis," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (20/1/2017).

Sepanjang sejarah WTO, lanjut Enggar, Paket Bali memberi kesempatan negara-negara berkembang dan kurang berkembang memperoleh manfaat yang besar dengan disepakatinya trade facility. Negara dengan populasi besar seperti Indonesia dan India juga diberi keleluasaan untuk memberikan subsidi kepada petani dan menjamin ketersediaan pangan bagi kelompok miskin.

"Negara kurang berkembang akan mendapatkan akses pasar maupun bantuan lainnya," lanjut dia.

Pertemuan Enggar dengan sejumlah petinggi negara-negara anggota WTO dilakukan secara maraton. Pertemuan pertama dilakukan Enggar dengan Sekretaris Departemen Perdagangan dan Industri Filipina, Ramon M. Lopez.

Disusul pertemuan dengan Menteri Perdagangan Internasional Kanada yang baru dilantik pada 10 Januari 2017 lalu, Francois-Philippe Champagne. Lalu pertemuan dengan Menteri Luar Negeri dan Keagamaan Argentina, Susana Malcorra; Menteri Perdagangan dan Industri India, Nirmala Sitharaman; dan Wakil Menteri Perdagangan Tiongkok, Wang Shouwen.

Serangkaian pertemuan ini, kata Enggar, juga dimanfaatkan untuk membahas status hubungan perdagangan bilateral dan kerja sama dalam forum regional seperti ASEAN dan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).

“Pertemuan ini cukup produktif untuk memahami lebih dalam pandangan masing-masing mengenai status perundingan WTO di Jenewa maupun isu lain yang menjadi perhatian bersama, terutama perkembangan perdagangan bilateral dan hal-hal yang perlu segera dilakukan,” kata dia.

Dijelaskan lebih lanjut, Indonesia bersama Filipina, India, dan Tiongkok juga sepakat mengenai pentingnya memanfaatkan momentum pertemuan di Davos guna menyelesaikan perundingan substantif RCEP pada 2017. Sementara dengan Kanada, kedua negara sepakat mendorong dilakukannya studi kelayakan untuk merundingkan sebuah free trade agreements (FTA) antara ASEAN dan Kanada.

Pada ranah bilateral, Indonesia mencapai kesepakatan dengan Filipina terkait fasilitasi perdagangan produk farmasi dan berkolaborasi menghadapi kemungkinan dikeluarkan dari daftar produk carrageenan (hidrokoloid berbasis rumput laut) dari daftar produk bahan pangan organik di Amerika Serikat.

Dicapai pula kesepakatan mengenai rencana kunjungan pelaku bisnis Kanada ke Indonesia, rencana penyelenggaraan pertemuan dua tahunan Menteri Perdagangan Indonesia dan India menjelang akhir Februari 2017, serta pengurangan defisit neraca perdagangan dengan Tiongkok.

“Apa yang dibahas dengan mitra kita hari ini dan esok adalah menyepakati landasan yang lebih kokoh untuk membawa hubungan perdagangan dan investasi bilateral ke tahapan berikutnya. Ini dilatarbelakangi proyeksi pertumbuhan ekonomi dan perdagangan dunia tahun ini yang tidak terlalu menjanjikan di tengah maraknya sentiment anti-perdagangan di berbagai belahan dunia,” jelas Enggar.

Di sela-sela pertemuan bilateral, Enggar juga menyempatkan diri berbicara pada sebuah diskusi roundtable yang digelar Tsing Hua University guna membahas kebijakan dan langkah aksi mewujudkan konsep One-Belt, One-Road atau OBOR dari Tiongkok

Dia menggarisbawahi, OBOR tidak dapat berjalan sendiri, melainkan harus bersinergi dengan prakarsa Poros Maritim Dunia yang dikembangkan Presiden Jokowi. Hal ini karena keduanya bersinggungan erat sebagai aspirasi Indonesia dan RRT sebagai negara maritim.

Pertemuan lainnya yang dilakukan Mendag Enggar ialah dengan Delegasi Pakistan, Swiss, Australia, Direktur Jenderal WTO, Brasil, dan Afrika Selatan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya