INSA Minta Keringanan Penerapan Manajemen Pembuangan Air Kapal

Dalam menerapkan manajemen air ballas tersebut, para pengusaha harus memasang teknologi tinggi.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 31 Mar 2017, 16:28 WIB
Diterbitkan 31 Mar 2017, 16:28 WIB
20170110-Kapal KM Express 38 di Pelabuhan Sunda Kelapa-Jakarta
KM Express Bahari 3B milik PT Pelni (Persero) yang sedang berlayar dari Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, Selasa (10/1). Kapal ini ditunjuk sebagai pengganti KM Zahro Express yang sudah terbakar dan menewaskan 23 orang. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Pengusaha pelayaran yang tergabung dalam Indonesia Nasional Shipowners Association (INSA) meminta dispensasi kepada Direktorat Jendral Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan terkait ratifikasi Konvensi International Maritime Organization (IMO) mengenai pembuangan air kapal (ballast water).

‎Ballast water adalah air yang digunakan kapal sebagai penyeimbang saat berada di laut. Air ini biasanya dimasukkan ke dalam kapal sebelum berlayar dan dikeluarkan kembali saat kapal sandar di sebuah pelabuhan.

Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto mengungkapkan jika konvensi itu diterapkan rata terhadap kapal-kapal yang berlayar ke luar negeri, akan membebani para pengusaha.

"Prinsipnya kita dukung penerapan itu, namun untuk kapal-kapal yang sudah pasti rutenya ekspor-impor saja, kalau yang cuma sesekali ke luar negeri kita harap bisa dapat keringanan," kata dia di Hotel Alila, Jakarta, Jumat (31/3/2017).

Penurunan volume perdagangan antar negara‎, dikatakan Carmelita menjadikan persaingan tarif angkut kapal saat ini sangat kompetitif. Jika tarif naik sedikit saja, maka tidak ada yang akan menggunakan jasa angkut kapal yang bersangkutan.

Dalam menerapkan manajemen air ballas tersebut, para pengusaha harus memasang teknologi tinggi di dalam lambung kapal yang bisa menetralisir air di dalam kapal. Teknologi tersebut, memiliki harga yang sangat mahal dan pemasangannya pun cukup lama.

"Harga teknologinya itu tergantung ukuran kapal, kapal-kapal besar itu bisa mencapai jutaan dolar, dan itupun harus pesen dulu, belum pemasangannya berbulan-bulan. Padahal menejemen air ballas ini kan akan diterapkan per September," terang dia.

‎Keringanan itu yang diusulkan dia bisa diberikan bagi pelayaran di negara-negara ASEAN. Karena perairan di ASEAN relatif memiliki karakteristik yang sama sehingga tidak perlu dikhawatirkan.

Sampai saat ini di ASEAN, baru Malaysia yang menerapkan konvensi mengenai ballast water ini. Dengan begitu per September, Indonesia akan menjadi negara kedua.

"Tidak hanya kita, di beberapa negara, para pemilik kapal itu merasa berat," tutup dia. (Yas/nrm)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya