Menaker Ingin Peringatan Hari Buruh Jadi Karnaval Pariwisata

Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri berharap perayaan Hari Buruh Internasional atau May Day di Indonesia memiliki daya tarik pariwisata.

oleh Septian Deny diperbarui 26 Apr 2017, 10:44 WIB
Diterbitkan 26 Apr 2017, 10:44 WIB
Yuk Hadiri Inspirato Liputan6.com Bersama Hanif Dhakiri, Free
Dibesarkan oleh seorang ibu yang berprofesi sebagai TKI membuat ia dapat merasakan

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri berharap perayaan Hari Buruh Internasional atau May Day di Indonesia memiliki daya tarik pariwisata.

Menurut dia, perayaan buruh yang selama ini identik dengan aksi demonstrasi turun ke jalan dan terkesan negatif diubah menjadi sebuah perayaan semacam karnaval. Sehingga citra pergerakan buruh menjadi lebih positif.

"Bagaimana caranya membuat perayaan May Day yang bisa menjadi daya tarik pariwisata. Hal itu perlu dilakukan agar citra pergerakan buruh menjadi positif dan menarik," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (26/4/2017).

Perayaan May Day dalam bentuk karnaval bisa mengundang antusiasme masyarakat. Pesan yang disampaikan pun dapat lebih mudah dimengerti khalayak karena disampaikan melalui sebuah pertunjukan karnaval yang menarik.

"Memperingati May Day melalui karnaval budaya. Pertunjukan seni dan olah raga seperti pementasan pencak silat yang di dalamnya bisa diselipkan pesan-pesan yang ingin disampaikan buruh. Jadi perayaan May Day Seperti ini lebih banyak pertunjukannya dan sedikit orasi," tutur dia

Hanif mendorong agar buruh memanfaatkan May Day sebagai momentum untuk meningkatkan reputasi dari pergerakan buruh. "Bagaimana memanfaatkan May Day untuk meningkatkan pergerakan buruh ini menjadi populer dan lebih kuat. May day dimanfaat untuk meningkatkan reputasi dari gerakan buruh," lanjut dia.‎‎

Pada kesempatan yang sama, Hanif juga menyinggung persoalan terkait semakin menurunnya partisipasi buruh dalam serikat pekerja atau serikat buruh.

"Partisipasi buruh ke dalam serikat saat ini menurun. Dari 3,4 juta menjadi sekarang 2,7 juta. Padahal di awal reformasi sampai 8-9 juta. Jumlah Serikat Pekerja di tingkat perusahaan juga menurun dari 14 ribuan menjadi 7 ribuan," ungkap dia.
‎
Sementara di sisi lain, dia merasa heran karena meski jumlah keikutsertaan buruh menurun namun jumlah Konfederasi dan Federasi buruh malah bertambah. "Tapi jumlah federasi naik menjadi 112. Jumlah konfederasi naik 14-15. Artinya di atas bertambah tapi di bawah berkurang. Padahal kuncinya adalah yang di bawah," kata Hanif.

Meski demikian, Hanif mengajak buruh untuk mengubah paradigma lama. Selama ini paradigma muncul yang selalu menghadap-hadapkan perjuangan buruh untuk melawan pemerintah dan dunia usaha. Idealnya pergerakan buruh beralih dari paradigma berhadap-hadapan menjadi paradigma kerja sama.

‎"Mengubah pola pikir dari yang selama ini paradigma berhadap-hadapan menjadi paradigma bekerja sama. Saya ingin mendorong kita bagaimana mentransformasikan dari paradigma yang berhadap-hadapan kepada paradigma kerja sama," tandas dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya