Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak dunia yang anjlok sejak pertengahan 2014 berdampak kepada penurunan intensitas perekrutan pekerja pada sektor minyak dan gas bumi (migas). Dengan berkurangnya tawaran pekerjaan di sektor migas yang ada, para ahli perminyakan pun membanting setir alias beralih profesi.
Ketua Umum Ikatan Ahli Perminyakan Indonesia (IATMI) Tutuka Ariadji menjelaskan, harga minyak mulai turun pada tiga tahun lalu. Di awal 2014, harga minyak masih sempat menyentuh angka US$ 110 per barel. Namun di tengah tahun harga terus tertekan dan bahkan sempat menyentuh angka US$ 45 per barel.Â
Penurunan harga minyak dunia tersebut membuat para ahli perminyakan Indonesia terpaksa menyelami pekerjaan yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan. Banyak ahli perminyakan yang akhirnya berlabuh di sektor keuangan seperti industri perbankan atau industri asuransi.
Advertisement
Baca Juga
"Banyak ahli migas yang kerja di bank dan asuransi atau tempat lain di luar sektor perminyakan," kata Tutuka saat menghadiri ‎Indonesian Petroleum Association (IPA) Convention & Exhibition 2017, di Jakarta Convention Center, Jumat (19/5/2017).
Tutuka melanjutkan, seorang lulusan teknik perminyakan yang ingin tetap konsisten berkarier pada sektor perminyakan biasanya hanya masuk organisasi sosial pada bidang perminyakan atau berkecimpung pada dunia perminyakan tetapi tidak tercatat sebagai pekerja di perusahaan migas.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI), Rosalida Raguwati mengungkapkan, kondisi yang sama juga dialami oleh lulusan geofisika, Cabang ilmu geofisika banyak digunakan oleh industri pencarian migas.
Dengan penurunan harga minyak membuat perusahaan migas mengerem produksi sehingga kebutuhan akan ahli geofisika juga berkurang. "Kondisi lulusan geofisika juga mengalami hal yang sama dengan ahli perminyakan," kata Rosalida.
Untuk mendorong kenaikan harga minyak dunia, negara-negara yang bergabung dalam organisasi pengekspor minyak (OPEC) seperti Arab Saudi dan beberapa negara non-OPEC seperti Rusia bersepakat untuk mengurangi produksi. Â
Pengurangan produksi ini semula dilakukan selama enam bulan atau sejak awal Januari hingga akhir Juni 2017. Namun kemungkinan besar OPEC dan beberapa negara non-OPEC akan memperpanjang kesepakatan tersebut selama sembilan bulan menjadi berakhir di Maret 2018. (Pew/Gdn)