Sri Mulyani Harus Kejar Pendapatan Negara Rp 995 T di Semester II

Menkeu Sri Mulyani memproyeksikan sejumlah asumsi makro di semester II-2017.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 14 Jul 2017, 11:16 WIB
Diterbitkan 14 Jul 2017, 11:16 WIB
Menteri Keuangan, Sri Mulyani
Menteri Keuangan, Sri Mulyani. (Liputan6.com/Fatkhur Rozaq)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati masih harus berjuang mengumpulkan pendapatan negara sebesar Rp 995,9 triliun hingga akhir 2017. Pemerintah memperkirakan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 di semester II ini dapat terus membaik.

"Realisasi APBN 2017 dalam semester II diperkirakan dapat terus membaik untuk mencapai yang direncanakan dalam RAPBN-P 2017," ujarnya di Jakarta, Jumat (14/7/2017).

Sri Mulyani memproyeksikan sejumlah asumsi makro di semester II-2017, yakni pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen, inflasi 4,3 persen, tingkat bunga SPN 3 bulan 5,3 persen, nilai tukar rupiah Rp 13.470 per dolar Amerika Serikat (AS).

Selanjutnya harga minyak mentah Indonesia US$ 51 per barel, lifting minyak 845 ribu barel per hari, dan lifting gas 1,20 juta barel setara minyak per hari.

Dengan proyeksi asumsi tersebut, maka outlook penerimaan, belanja, defisit, serta pembiayaan APBN 2017 sepanjang Juli-Desember 2017, antara lain:

1. Pendapatan negara Rp 995,9 triliun, dari pendapatan dalam negeri Rp 993 triliun (penerimaan perpajakan yang masih harus dikumpulkan Rp 879 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak Rp 114 triliun), serta penerimaan hibah Rp 2,9 triliun.

2. Belanja negara Rp 1.183,7 triliun. Terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 829,1 triliun (belanja K/L sebesar Rp 479,8 triliun dan belanja non K/L Rp 349,3 triliun), serta transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 354,6 triliun (transfer ke daerah Rp 330,8 triliun dan dana desa Rp 23,8 triliun).

3. Keseimbangan primer defisit Rp 76,1 triliun.

4. Defisit anggaran sebesar Rp 187,8 triliun atau 1,38 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

5. Pembiayaan anggaran Rp 153,5 triliun. Terdiri dari pembiayaan utang Rp 219,2 triliun, pembiayaan investasi negatif Rp 59,6 triliun, pemberian pinjaman negatif Rp 5,2 triliun, kewajiban pinjaman negatif Rp 1 triliun, dan pembiayaan lainnya Rp 100 miliar.

6. Kekurangan pembiayaan anggaran Rp 34,3 triliun.

"Kami akan menjaga APBN dari sisi arah kebijakan untuk mendukung kebijakan prioritas pemerintah, namun tidak menghilangkan kehati-hatian. Kami ingin APBN sesuai arah menciptakan instrumen efektif dan kredibel menjadi bagian dari solusi masalah pembangunan nasional," tandas [Sri Mulyani. ]( 2586347 "")

Tonton video menarik berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya