Cara Pemerintah Turunkan Ketimpangan Rakyat Kaya dan Miskin

Kepemilikan aset dapat menjadi salah satu faktor penentu dalam mengurangi ketimpangan.

oleh Septian Deny diperbarui 11 Agu 2017, 09:46 WIB
Diterbitkan 11 Agu 2017, 09:46 WIB
20161031-Penduduk-Indonesia-Jakarta-IA
Deretan rumah semi permanen di bantaran Sungai Ciliwung, Manggarai, Jakarta (31/10). Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan saat ini terdapat 13,5 juta penduduk Indonesia yang hidup miskin di lingkungan kumuh. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah terus berupaya mengurangi ketimpangan antar kelompok pendapatan dan antar wilayah. Hal tersebut tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, angka ketimpangan ditargetkan turun dari 0.408 di 2015 menjadi 0.36 pada 2019.

Demikian juga dengan tingkat kemiskinan diharapkan dapat turun menjadi 7 persen-8 persen dari 11,22 persen di tahun terakhir pelaksanaan RPJMN tersebut.

Bambang mengungkapkan secara umum, ada empat faktor utama yang mendorong ketimpangan pada generasi sekarang dan masa depan. Pertama, ketimpangan peluang sejak awal kehidupan yang mempengaruhi kualitas sumber daya manusia.

Kedua, pekerjaan yang tidak merata. Ketiga, kekayaan yang terkonsentrasi pada sekelompok orang dan keempat, ketahanan ekonomi yang rendah.

Namun demikian, lanjut dia, kepemilikan aset dapat menjadi salah satu faktor penentu dalam mengurangi ketimpangan. Tanpa aset produktif yang memadai, masyarakat ekonomi terbawah tidak dapat keluar dari kemiskinan serta tidak dapat meningkatkan pendapatannya.

"Lebih jauh lagi, tanpa aset yang memadai, keluarga rentan tidak dapat berinvestasi yang cukup untuk masa depan anak-anak mereka. Hal demikian akan berulang terus menerus dalam suatu siklus dan menjadi lingkaran setan atau vicious circle," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (11/8/2017).

Namun Indonesia perlahan mampu menurunkan gini rasio. Gini koefisien untuk Maret 2017 turun menjadi 0,393 dari 0,408 pada 2015. "Penurunan Gini Rasio terjadi karena adanya pengurangan proporsi konsumsi per kapita pada desil paling atas," lanjut dia.

Sementara, kelompok menengah dan terbawah mulai mengalami kenaikan. Pertumbuhan pengeluaran per kapita penduduk antar pulau, masih didominasi pulau Jawa. Sedangkan wilayah Timur Indonesia, hanya segelintir penduduk yang laju pertumbuhan pengeluarannya di atas rata-rata wilayahnya.

Dalam menangani persoalan ketimpangan yang kian kompleks, lanjut Bambang, pendekatan one size fits all tidak lagi relevan untuk diterapkan. Dengan demikian, maka penyesuaian pendekatan dan program harus dilakukan.

"Pengembangan kebijakan dan pemanfaatan program-program pembangunan berbasis bukti pengetahuan dan riset yang berkualitas akan mendorong tercapainya dampak maksimal usaha penurunan ketimpangan. Kementerian PPN/Bappenas sebagai lembaga kementerian yang memiliki peran strategis dalam perencanaan pembangunan nasional terus berupaya agar sasaran pembangunan yang telah ditetapkan dapat tercapai," tandas dia.

Tonton video menarik berikut ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya