RI Belum Butuh Impor Gas di 2019

Impor merupakan solusi yang bisa dilakukan jika Indonesia memang kekurangan pasokan dari dalam negeri.

oleh Septian Deny diperbarui 10 Sep 2017, 20:43 WIB
Diterbitkan 10 Sep 2017, 20:43 WIB
20160808-Jalur Pipa Gas Gunakan Teknologi Pengeboran Horizontal
Pekerja mengontrol pengerjaan pipa gas open access di Desa Segaramakmur, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, (8/8).Pipa berdiameter 24 inchi ini ditanam 20 meter di bawah permukaan tanah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah mewacanakan untuk mengimpor gas pada 2019. Ini karena Indonesia diperkirakan akan mengalami kekurangan pasokan gas dari dalam negeri.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menyatakan, impor merupakan solusi yang bisa dilakukan jika Indonesia memang kekurangan pasokan dari dalam negeri. Namun nyatanya, saat ini pasokan gas di dalam negeri masih berlimpah dan mencukupi kebutuhan di dalam negeri.

Menurut dia, berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), pada 2017 ini kebutuhan industri akan gas bumi mencapai 2.280 MMSCFD. Gas tersebut sebagian besar diserap industri pupuk sebesar 791,22 MMSCFD dan petrokimia 295 MMSCFD.

"Sementara menurut Kementerian ESDM, produksi gas sampai 4 September 2017 itu sekitar 7.756 MMSCFD. Lalu mengapa harus impor?" ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (10/9/2017).

Sementara itu, Head of Marketing and Product Development Division PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Adi Munandir mengatakan, berdasarkan Riset WoodMackenzie, sebenarnya Indonesia tidak butuh impor gas sampai 2025. Apabila sumur-sumur gas di Indonesia bisa dikembangkan sesuai jadwal, maka hal tersebut bisa memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

"Jadi tidak diperlukan adanya impor. Neraca gas kita tidak bisa memberikan gambaran yang baik antara supply and demand dalam kondisi riil. Diperkirakan kita baru memerlukan impor pada 2023, karena neraca gasnya tidak akurat," kata dia.

‎Lebih jauh Adi mengungkapkan, masalah utama yang dihadapi Indonesia saat ini sebenarnya bukan soal pasokan gas di dalam negeri, melainkan ketersediaan infrastruktur. Jika dilihat di neraca gas Indonesia misalnya, masih banyak daerah penghasil gas seperti di Kalimantan masih surplus.

"Saat ini kita punya kendala, gas yang diproduksi di suatu daerah belum bisa dibawa ke daerah lain yang menggunakannya. Pasokan makin lama semakin ke timur sementara permintaan ada di barat. Nah impor dengan keterbatasan infrastruktur maka ketemu masalahnya biayanya tentu masih tinggi. Sehingga apabila ada pasokan gas dalam negeri, maka sebaiknya bangun jaringan gas bumi yang terintegrasi," tandas dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya