Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyatakan, ‎belum mengambil keputusan terkait harga khusus batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO).
Jonan mengatakan, wacana pemberlakuan harga khusus batu bara untuk kebutuhan dalam negeri, khususnya untuk pembangkit listrik adalah usul PT PLN kepada Menteri ESDM. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan tarif listrik yang terjangkau oleh masyarakat luas. ‎Namun, usulan tersebut sampai saat ini belum dikabulkan.
‎"Pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM, belum mengambil keputusan apa pun terkait hal tersebut," kata Jonan, di Jakarta, Kamis (14/9/2017).
Advertisement
Baca Juga
Jonan menuturkan, sebelum keputusan ditetapkan, ia akan mendengar masukan kedua belah pihak yang berkepentingan, yaitu PT PLN, perusahaan pembangkit (IPP), serta perusahaan penghasil batu bara untuk mencari kesepakatan. Saat ini Kementerian ESDM belum membahas dan membicarakan usulan tersebut.
"Dengan demikian, diharapkan akan tercapai titik temu yang bisa mengakomodasi kepentingan semua pihak," ujar Jonan.
Ignasius Jonan mengakui, tarif listrik yang semakin terjangkau masyarakat harus menjadi kepedulian semua pihak. Namun, untuk mewujudkannya harus tetap memperhatikan kelangsungan usaha, dalam bentuk harga energi primer yang adil dan mendukung sustainabilitas industri terkait.
"Harga energi primer untuk pembangkit listrik adalah salah satu komponen penentu tarif listrik. Masih ada sejumlah komponen penentu tarif lainnya yang bisa diefisienkan PT PLN, untuk menghasilkan biaya produksi yang makin kompetitif dan tarif listrik yang makin terjangkau masyarakat luas," tutur Jonan.
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:
Â
Usulan PLN
‎Sebelumnya, PLN ingin mendapatkan keistimewaan harga batu bara, yang digunakan s‎ebagai bahan bakar pembangki‎t listrik tenaga uap (PLTU). Hal ini untuk menekan biaya pokok produksi (BPP) listrik, seiring kebijakan pemerintah yang tak akan menaikkan tarif listrik.
Direktur Pengadaan Strategis I PLN‎, Nicke Widyawati mengatakan, skema harga batu bara yang diberikan ke PLN saat ini sama dengan harga batu bara yang diekspor. Padahal, batu bara yang dibeli PLN untuk kebutuhan pembangkit.
‎"Kalau sekarang enggak ada bedanya dengan yang untuk ekspor. Namanya DMO (Domestic Market Obligation) harusnya berbeda, kan untuk infrastruktur ketenagalistrikan," kata dia di Jakarta.‎
Menurut Nicke, PLN telah mengusulkan ke pemerintah untuk mendapat keistimewaan harga, dengan pengenaan harga berdasarkan mekanisme cost plus fee, bukan sesuai dengan harga pasar seperti saat ini.
"Maksudnya cost plus fee. Kami mengusulkan dan memohon supaya DMO itu berbeda, jangan mengikuti harga pasar," jelas dia.
PLN perlu mendapat keistimewaan harga batu bara sebagai langkah menekan BPP listrik. Apalagi PLN tidak boleh lagi menaikkan tarif listrik oleh pemerintah.
"‎Dengan cost plus fee tidak ada yang dirugikan, tapi juga tidak membuat BPP naik berlebihan. Sekarang tarif kita enggak boleh naik sementara harga batu bara naik terus," papar dia.
Berdasarkan data PLN, harga acuan batu bara naik pada tahun ini dari tahun lalu mencapai US$ 61,8. Harga tersebut membentuk BPP Rp 1.265 per kiloWatt hour (kWh). Adapun harga acuan batu bara kuartal II 2017 US$ 82,2 per ton, menjadikan BPP menjadi Rp 1.283 per kWh.
Advertisement