Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) akan mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai rencana pengenaan biaya top up untuk uang elektronik (e-money). Hal ini dilakukan untuk mendukung upaya penggunaan uang elektronik di seluruh jalan tol.
Menanggapi upaya ini, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengaku jika hal itu diterapkan, maka dianggap tidak adil. Dia menilai perbankan, dengan ada sistem nontunai sudah diuntungkan.
"Diuntungkannya apa, masyarakat dengan sendirinya dengan adanya aktifitas non tunai, oleh karenanya, apa alasan perbankan harus membebenai masyarakat, jadi tidak adil," kata Enny kepada Liputan6.com, Jumat (15/9/2017).
Advertisement
Baca Juga
Enny mengungkapkan uang elektronik ke depannya tidak hanya digunakan di gerbang tol, melainkan juga ke seluruh moda transportasi lainnya. Saat ini yang udah menerapkan adalah Trans Jakarta dan KRL di Jabodetabek.
Dirinya mengingatkan, golongan ekonomi masyarakat itu berbeda-beda. Ada yang kelas menengah ke atas dan kelas menengah ke bawah.
"Jadi jangan hanya dilihat besarannya, otoritas moneter itu bilang itu kecil tidak membebani masyarakat, itu jelas membebani," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Â
BI Segera Rilis Aturan
Sebelumnya, Bank Indonesia segera merilis aturan pengenaan biaya top up uang elektronik atau e-money dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia (PBI). Ini setelah pembahasan antara BI, bank, dan pengelola jalan tol rampung.
"Tinggal kami keluarkan dalam bentuk penegasan. Pembicarannya semua sudah selesai dan semua sepakat. Sebentar lagi akan kami keluarkan aturannya," kata Gubernur BI Agus Martowardojo.
Bank Indonesia sebelumnya menargetkan PBI tersebut akan terbit sebelum implementasi electronic toll collection (ETC) atau kewajiban menggunakan transaksi non-tunai di tol pada Oktober 2017.
Pengenaan biaya isi ulang e-money disebut untuk memberikan insentif kepada perbankan sehingga dapat memperbanyak infrastruktur pembayaran uang elektronik. (Yas)
Advertisement