Tak Miliki Standar Layanan, BPJT Bakal Tata Angkot di Jabodetabek

Restrukturisasi angkot demi mengarahkan angkutan umum menjadi angkutan feeder untuk angkutan utama seperti krl, transjakarta dan lainnya.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 22 Nov 2017, 19:20 WIB
Diterbitkan 22 Nov 2017, 19:20 WIB
Februari 2018, Semua Angkot Ditargetkan Ber-AC
Sejumlah angkot berderet menunggu calon penumpang di Terminal Kampung Melayu, Jakarta, Rabu (12/7). Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menargetkan semua angkot harus ber-AC paling lambat Februari 2018. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) berencana merestrukturisasi pengelolaan angkutan perkotaan di Jabodetabek. Langkah ini bertujuan memperbaiki performa angkutan perkotaan (angkot).

Restrukturisasi angkot demi mengarahkan angkutan umum menjadi angkutan feeder untuk angkutan utama seperti kereta rel listrik (KRL), Transjakarta maupun Transjabodetabek.

"Kedepannya kita berharap agar performa angkot dapat meningkat," ujar Kepala Sub Direktorat Evaluasi Program Direktorat Perencanaan Dan Pengembangan BPTJ Sugianto, Rabu (22/11/2017).

Menurutnya, restrukturisasi angkot ini diperlukan mengingat banyaknya permasalahan klasik seputar angkot yang terus menerus terjadi.

Seperti diketahui, selama ini pengelolaan angkot dilakukan perorangan, sehingga tidak ada standar pelayanan yang baku.

"Tidak ada standar pelayanan baik dari segi fisik angkutan, maupun jadwal pelayanan. Ini membuat keberangkatannya suka-suka, tidak terjadwal dan cenderung makin lama karena menunggu penuh," ujar dia.

Selain itu, saat ini terjadi penurunan jumlah penumpang akibat persaingan, mengakibatkan pengemudi akan lebih sering berhenti untuk mendapatkan penumpang dan waktu tempuh penumpang menjadi semakin lama.

Padahal, penurunan jumlah penumpang akan berimbas pada penurunan pendapatan pengemudi. Kondisi ini pun membuat pemgemudi tampah malas-malasan melayani penumpang serta biaya pemeliharaan menjadi minim sehingga sulit untuk memenuhi Standard Pelayanan Minimum (SPM) dan sulit melakukan peremajaan.

"Persaingan dengan kendaraan pribadi terutama sepeda motor serta meningkatnya jumlah angkutan online juga menjadi akar permasalahan yang menyebabkan semakin sedikit minat orang menggunakan angkot," jelas dia.

Tonton Video Pilihan Ini:

 

Masalah Lain

Sugianto menyebutkan, berbagai masalah lain turut menggelayuti angkota.  Seperti jumlah angkot yang melebihi kebutuhan di suatu rute. Permasalahan lain yang tak kalah penting adalah trayek angkot yang saling bersinggungan dengan angkutan utamanya (KRL, Transjakarta, Transjabodetabek).

Menurut Sugianto, restrukturisasi angkot pada prinsipnya mengusung 3 hal utama; pertama kelembagaan yaitu menuju konsep buy the service (subsidi), operator yang berbadan hukum.

Kemudian, pelayanan yang mencakup berorientasi, evaluasi trayek (rerouting), konversi dan modernisasi armada; dan yang ketiga political will untuk menghadirkan layanan transportasi yang efisien bagi masyarakat.

Pakar Transportasi Dharmaningtyas mengatakan dari hasil kajian ini, perencanaan kedepannya angkot akan terintegrasi dengan Transjakarta dan moda lain. "Jadi angkot ini harus segera ditangani. Fungsinya kedepan akan sebagai feeder dari moda-moda lain," ungkap Dharmaningtyas.

Peremajaan angkot juga perlu dilakukan yaitu dengan mengganti angkot menjadi bus sedang. Angkot yang sudah tua di selesai dan dilengkapi dengan fasilitas yang mumpuni seperti adanya AC, GPS, CCTV dan card reader disetiap armadanya. (Yas)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya