Sri Mulyani: Pungut PNBP Sesuai Aturan, Jangan Ada Pungli

Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengingatkan kepada Kementerian dan Lembaga (K/L) yang melakukan pungutan berupa PNBP sesuai aturan.

oleh Septian Deny diperbarui 30 Nov 2017, 19:50 WIB
Diterbitkan 30 Nov 2017, 19:50 WIB
Sembilan Fraksi Setujui UU APBN 2018, Gerindra Menolak
Menteri Keuangan Sri Mulyani menghadiri Rapat Paripurna DPR RI di Senayan, Jakarta, Rabu (25/10). Sementara satu fraksi yakni Gerindra menolak RAPBN untuk disahkan menjadi UU. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati memperingatkan kepada Kementerian dan Lembaga (K/L) yang melakukan pungutan berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) agar sesuai aturan. Pasalnya selama ini banyak K/L yang masih serampangan.

Sri Mulyani menyatakan, beberapa K/L diberikan kewenangan untuk melakukan pungutan dan akan masuk dalam pos PNBP. Namun demikian, kewenangan tersebut tetap dibatasi oleh aturan yang berlaku.

"Negara bisa pungut, tapi pungutan itu dalam rangka untuk melayani, bukan mencari keuntungan. Apalagi ada yang menuduh kita melegalisir pungli, karena tidak seharusnya negara memungut tanpa aturan. Itu sama dengan preman," ujar dia di kantornya, Jakarta, Kamis (30/1/2017).

Berdasarkan data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), lanjut Sri Mulyani, masih ada sejumlah K/L yang melakukan pungutan PNBP tidak sesuai aturan. Pada 2013, BPK menemukan 30 K/L yang ‎memungut PNBP di luar ketentuan. Pada 2014, ada 44 K/L, sebanyak 26 K/L pada 2015 dan 2016 meningkat tajam, yaitu 48 K/L yang memungut PNBP di luar aturan.

"Ini dalam hal penyetoran, dalam hal pungutan kurang atau tidak setor, atau dalam menetapkan pungutan, serta di dalam hal penggunaan PNBP. Ini adalah uang rakyat yang harus dikembalikan dalam bentuk pelayanan," tegas Sri Mulyani.

Menurut dia, adanya temuan BPK ini tidak lepas dari tak sinkronnya aturan yang berlaku saat ini soal PNBP, yaitu Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Tidak sejalannya kedua aturan ini membuka celah bagi oknum tertentu untuk memungut PNBP di luar ketentuan.

"Kami ingin terus memperkuat pengelolaan ini, karena sekarang ini kami sedang membahas dengan DPR," ujar mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

"Aturan PNBP ini sudah sejak 1997, berarti sudah berapa puluh tahun lalu. Ya jadi banyak sekali yang berubah, makanya kita tidak heran bahwa di dalam penyelenggaraan negara kita ini BPK telah menemukan praktik PNBP ini menjadi temuan yang cukup signifikan," tandas Sri Mulyani.

Tonton Video Pilihan Ini

DPR dan Pemerintah Masih Bahas Revisi UU PNBP

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih terus membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). RUU tersebut merupakan amandemen dari UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan saat ini pihaknya terus berkomunikasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam revisi UU tersebut. Bahkan para anggota dewan juga telah terbang ke luar negeri guna melakukan studi banding terkait hal ini.

"Kami terus membahas dengan dewan untuk komunikasi. Saat ini masih pembahasan sesuai dengan daftar inventarisasi masalah per bagian. Dan dewan juga sudah studi banding ke berbagai negara untuk melihat bagaimana peranan dan fungsi pengelolaan PNBP," ujar dia di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (30/11/2017).

Dia menjelaskan, salah satu poin yang akan direvisi dalam UU PNBP ini yaitu soal royalti pertambangan. Oleh sebab itu, Kemenkeu juga berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) guna membahas hal ini.

‎"Untuk perubahan dari sisi tingkat royalti, sesuai dengan revisi PP, sedang dalam proses. Pembahasan antar kementerian sudah dilakukan. Dan kami harus proses di antara panitia antar kementerian dan kami berkomunikasi sesuai tugas Menteri ESDM dan para stakeholder penambang mineral di Indonesia," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya