Rudiantara Dukung Penerapan Bea Masuk Software hingga E-Book

Menkominfo Rudianta menuturkan, semua transaksi berdasarkan UU di Indonesia selama ada perpindahan kepemilikan ada unsur pajaknya.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 12 Des 2017, 15:30 WIB
Diterbitkan 12 Des 2017, 15:30 WIB
Open Source
Open Source Software. Dok: irisns.com

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mendukung rencana Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menerapkan bea masuk pada barang-barang tidak berwujud (intangible goods) atau disebut barang digital (digital goods). Barang digital antara lain perangkat lunak (software), buku elektronik (e-book), dan lain-lain.

Rudiantara mengatakan, pada prinsipnya, semua transaksi dan memberikan nilai tambah mesti ada unsur penerimaan negara.

"Begini semua barang berubah, banyak yang berubah dalam bentuk digital contohnya buku aja enggak beli fisik, belinya digital. Semua transaksi berdasarkan undang-undang di Indonesia selama ada perpindahan kepemilikan dan ada nilai tambahnya ada unsur pajaknya. Itu prinsip bagi pemerintah," kata dia usai acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Jakarta, Selasa (12/12/2017).

Lanjutnya, hal itu tidak akan memberi dampak terhadap upaya mengembangkan ekonomi digital di dalam negeri. Rudiantara bilang, hal itu wajar diterapkan.

"Kalau menurut saya tidak, bagaimana pun orang melakukan transaksi ada nilai tambahnya ya kena pajak. Di mana-mana diseluruh dunia juga begitu," sambungnya.

Namun, Rudiantara menegaskan, kebijakan ini berada di bawah Kementerian Keuangan atau dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

"Bukan Kominfo nanti, itu dari sisi Bea Cukai, karena barang masuk itu bea cukai bukan pajak. Kebijakan yang dikenakanya kebijakan Bea Cukai," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Januari 2018, Jual Beli Software via Online Bakal Kena Bea Masuk

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menegaskan, pemerintah Indonesia bisa memungut bea masuk terhadap barang tak berwujud (intangible goods) dari luar negeri mulai Januari 2018.

Hal ini seiring dengan berakhirnya moratorium atau penghentian sementara pengenaan perpajakan terhadap intangible goods oleh Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) secara elektronik hingga akhir 2017.

"Begitu Januari (2018), itu boleh (dipungut bea masuk)," tegas Darmin saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin 11 Desember 2017.

Darmin bilang, sebetulnya Indonesia maupun negara maju tidak perlu melakukan lobi-lobi atau negosiasi dengan WTO untuk mengenakan bea masuk barang-barang tak berwujud, seperti software (perangkat lunak), buku elektronik (e-book), dan lainnya.

"Tidak perlu (lobi), itu akan berlaku sebagaimana berlaku (setelah moratorium berakhir)," tegas Darmin.

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati sebelumnya pernah mengatakan, Kementerian Keuangan akan berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan untuk meninjau keputusan moratorium, khususnya terkait bea masuk.

"Kami sedang koordinasi antar menteri supaya keputusan moratorium ini bisa ditinjau dan untuk Indonesia bisa jalan (pengenaan bea masuk). Karena moratorium hanya berhubungan dengan bea masuk, sedangkan PPN dan yang lainnya masih bisa dipungut," jelas Sri.

Sementara Kasubdit Komunikasi dan Informasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Deni Surjantoro menambahkan, pemerintah harus bernegosiasi dengan WTO agar dapat menarik bea masuk dari luar negeri.

"Kalau lobi-lobi ke WTO dikabulkan, kami kenakan. Tapi kalau dibilang permanen, kami ikut aturan," ujar Deni.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya