Liputan6.com, Jakarta - PT Solusi Balad Lumampah (SBL) gagal memberangkatkan puluhan ribu pendaftar yang telah membayarkan paket umrah dan haji murah di perusahaan tersebut. Polisi pun telah menetapkan dua tersangka dalam kasus penipuan ini, yakni H Aom Juang Wibowo selaku direksi dan stafnya, Ery Ramdani.
Dari kasus ini, Satgas Waspada Investasi bentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa model bisnis yang digarap oleh SBL mirip dengan kasus penipuan oleh First Travel yang sebelumnya sudah ditutup.
"Ada kemiripan dengan First Travel, seperti biaya umrah murah, bonus pada para agen, bisa dicicil," kata Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing kepada Liputan6.com, Jakarta, Jumat (2/2/2018).
Advertisement
Baca Juga
Dia menjelaskan, dalam kasus First travel dan SBL ini, inti permaslahan terjadi akibat miss management keuangan, karena mereka harus mensubsidi jamaah umrah promo.
"Mereka mengharapkan peserta baru untuk menutup biaya peserta yang sudah berangkat. Ini juga sama dengan istilah gali lubang tutup lubang," tambah dia.
Tahun 2017, Tongam mengaku sudah memanggil manajemen PT SBL untuk diberikan peringatan dan diminta memperbaiki sistem pemasarannya. Saat itu biro travel umrah yang dimiliki oleh Aom Juang Wibowo tersebut sudah diminta agar segera memberangkatkan jamaahnya.
Seiring berjalannya waktu, kenyataannya PT SBL tidak segera melakukan apa yang sudah diminta oleh Satgas Waspada Investasi tersebut. Alhasil, kasus ini sudah masuk di ranah Kepolisian.
Dengan demikian, kewenangan sudah tak lagi di Satgas Waspada Investasi. "Ini ada kemiripan dengan kasus First Travel," tegas dia.
12 Ribu Calon Jemaah Jadi Korban Penipuan Travel Umrah di Bandung
Sebanyak 12.845 orang diduga menjadi korban penipuan dan penggelapan perusahaan penyelenggara perjalanan haji plus dan umrah oleh PT Solusi Balad Lumampah (SBL). Polisi telah menetapkan dua tersangka, yakni H Aom Juang Wibowo selaku direksi dan stafnya, Ery Ramdani.
Kapolda Jawa Barat (Jabar), Irjen Pol Agung Budi Maryoto mengatakan, kasus ini bermula dari banyaknya laporan dari para calon jemaah yang telah membayar kepada perusahaan tersebut untuk umrah, tetapi tak kunjung diberangkatkan. Polisi pun kemudian menggelar penyelidikan atas laporan tersebut.
Setelah didalami, ternyata banyak yang mengeluh hal yang sama terhadap travel umrah tersebut. Polda Jabar kemudian berkoordinasi dengan Kementerian Agama (Kemenag).
"Ternyata, SBL ini hanya mengantongi izin umrah saja, tapi realisasinya juga berangkatkan haji," ucap Agung di Markas Polda Jabar, Kota Bandung, Selasa (30/1/2018).
Agung menjelaskan, PT SBL menawarkan paket umrah dan haji plus menggunakan sistem money game atau ponzi dengan harga murah, yaitu Rp 18 juta. Dari promo tersebut, puluhan ribu pendaftar yang membayarkan untuk paket umrah dan haji sebanyak 30.237 orang.
"Dengan dana yang terhimpun senilai Rp 900 miliar. Sebanyak 17.383 orang yang sudah diberangkatkan dan sisanya 12.845 pendaftar calon jemaah umrah yang belum diberangkatkan," ujarnya.
Advertisement
Diduga Gelapkan Uang Rp 300 Miliar
Kapolda Jabar membeberkan, PT SBL diduga memegang uang dari pendaftar yang belum diberangkatkan sebanyak Rp 300 miliar. Selain itu, uang dari pendaftar haji plus dengan biaya Rp 110 juta per orang telah dihimpun sebanyak Rp 12,87 miliar.
"Uang Rp 300 miliar ini digunakan untuk pribadi oleh tersangka. Kemudian setelah (Polda Jabar) koordinasi dengan Kemenag, perusahaan SBL tidak punya izin pemberangkatan haji," tutur Agung.
Adapun kedua tersangka dijerat Pasal 63 ayat 1 jo Pasal 64 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Haji, Pasal 378 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 2 atau 1 huruf r dan z jo Pasal 3 jo Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Janji Travel Pulangkan 50 Persen Uang, tapi...
Sebelumnya, keinginan berangkat ke Tanah Suci di Kota Mekah, Arab Saudi, untuk melaksanakan ibadah melalui biro umrah membuat Nurhias merelakan kebun karetnya.
Hasil penjualan kemudian diberikan warga Desa Terantang, Kabupaten Kampar, Riau, itu kepada Jo Pentha Travel dan Umrah (dulu JP Madania) yang dikelola Muhammad Yusuf Johansyah (MYJ).
Tak mendaftar sendiri, perempuan 52 tahun ini juga mengikutkan suaminya, Nurhayalis, beserta anaknya, Widiawati, dan menantunya, Nadar, dalam rencana ibadah awal tahun 2017 itu. Tak ketinggalan, dia juga mendaftarkan saudaranya, Rahanis, untuk berangkat bersama.
"Masing-masing membayar Rp 23 juta dari hasil penjualan kebun karet saya. Rencananya satu keluarga berangkat," ucap perempuan yang karib disapa Nur ini di Mapolda Riau, Kota Pekanbaru, Rabu, 10 Januari 2018, untuk melaporkan penipuan biro umrah yang dilakukan MYJ.
Sebelum berangkat, Nur berserta keluarga beberapa kali dipanggil pengelola travel untuk mengikuti pelatihan umrah. Dia pun disebut akan segera diberangkatkan dan diminta mempersiapkan segala sesuatunya.
Namun, niat umrah setelah lunas membayar tak pernah kesampaian. Janji-janji sering diterimanya dari travel umrah. Nahas, ia tak kunjung berangkat, sehingga suaminya meninggal dunia.
"Untuk almarhum, digantikan oleh keluarga saya berangkatnya karena sudah dibayar lunas," kata Nur.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement