Pertamina dan DJP Integrasikan Data Perpajakan

Bukan tugas yang mudah bagi DJP dalam memastikan semua wajib pajak untuk membayar pajaknya secara patuh.

oleh Septian Deny diperbarui 21 Feb 2018, 17:45 WIB
Diterbitkan 21 Feb 2018, 17:45 WIB
Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan PT Pertamina (Persero‎) ‎melakukan integrasi data perpajakan. Dengan integrasi ini, DJP bisa lebih mudah memantau pelaksanaan kewajiban pajak BUMN.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan, bukan tugas yang mudah bagi DJP dalam memastikan semua wajib pajak untuk membayar pajaknya secara patuh.

"Ini milestone bagi kita semua untuk meningkatkan kemampuan negara, baik dalam mengumpulkan pajak maupun melayani wajib pajak. Ini tugas yang selalu tidak mudah, di satu sisi selalu dipersepsikan waktu mengumpulkan pajak ada effort luar biasa dari DJP dan dari wajib pajak," ujar dia di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Rabu (21/2/2018).

Terlebih lagi, kata dia, Pertamina memiliki 3,7 faktur pajak yang dihasilkan setiap tahunnya.‎ Jika faktur-faktur ini harus dicek satu per satu, maka membutuhkan waktu dan petugas yang banyak.

"Kita mudah sekali memahaminya, kalau diletakkan dalam posisi 3,7 juta faktur dari Pertamina yang dihasilkan setiap tahun. Itu tugas yang kalau dilakukan manual pasti tidak hanya membutuhkan waktu yang banyak dan orang yang banyak, tapi juga kemungkinan tingkat kesalahan juga besar," lanjut dia.

Dengan integrasi data perpajakan, Pertamina secara sukarela memberikan akses kepada DJP. Dalam hal ini Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, terhadap data dalam sistem informasi perusahaan termasuk data pembelian dan penjualan, pembayaran gaji, dan transaksi dengan pihak ketiga lainnya.

Serta otomasi pelaksanaan kewajiban perpajakan melalui fasilitas elektronik seperti e-faktur (faktur pajak), e-bupotput (bukti potong/pungut), e-billing (pembayaran), dan efiling (pelaporan SPT).

‎Sri Mulyani berharap, langkah Pertamina ini juga segera diikuti oleh perusahaan plat merah lain agar kepatuhan kewajiban pajak bisa terus meningkat.

"Ini data realtime akan langsung bisa di-share antara Pertamina sendiri yang memiliki data dengan DJP. Sehingga kemungkinan terjadinya dispute, dan pada akhirnya pembahasan mengenai kurang bayar menjadi lebih kecil. Kredibilitas dan kepastian pembayaran itu bisa lebih akurat," tandas dia.

 

Awal Tahun, Sri Mulyani Raup Setoran Perpajakan Rp 82 Triliun

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati melaporkan, penerimaan perpajakan terdiri dari pajak dan bea cukai mencapai Rp 82,5 triliun hingga 31 Januari 2018. Angka ini tumbuh 11,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya atau 5,1 persen dari target yang sebesar Rp 1.618,1 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018. 

Sri Mulyani menjelaskan, hingga 31 Januari 2018, PPh nonmigas tercatat sebesar Rp 41,7 triliun, atau tumbuh 14,9 persen. Untuk PPN dan PPnBM tercatat mencapai Rp 32,3 triliun atau tumbuh 9,4 persen yang didorong oleh konsumsi dan kinerja impor.

Sedangkan PPh migas tercatat sebesar Rp 4,5 triliun atau tumbuh 1,2 persen. Hal ini sejalan dengan masih tingginya harga minyak mentah Indonesia (ICP). 

"Penerimaan PPh nonmigas tanpa tax amnesty, maka growth-nya itu mencapai 16,3 persen. Kalau dengan tax amnesty dengan 14,9 persen. PPN dan PPnBM tahun lalu tumbuh cukup tinggi, tahun ini pertumbuhannya pada Januari 9,4 persen, dan untuk PBB masih negatif 121,3 persen," ujar dia saat konferensi pers APBN KITA di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (20/2/2018).

Dengan demikian, Sri Mulyani menyebut, total penerimaan yang dikumpulkan Ditjen Pajak mencapai Rp 78,94 triliun hingga 31 Januari 2018. Realisasi tersebut meningkat 11,17 persen dibanding periode yang sama 2017 sebesar Rp 71,01 triliun.

"Kalau tanpa tax amnesty peningkatannya (penerimaan pajak) 11,88 persen," ujarnya.  

Sementara untuk setoran cukai hingga 31 Januari 2018 tercatat sebesar Rp 400 miliar atau tumbuh 48,3 persen. Kemudian bea masuk tercatat Rp 2,8 triliun atau tumbuh 13,7 persen dan penerimaan bea keluar Rp 400 miliar atau tumbuh 18,4 persen.

Menurut Sri Mulyani, yang paling menggembirakan dari data ini yaitu pertumbuhan penerimaan dari PPh Orang Pribadi sebesar 33,18 persen dan PPh Badan yang tumbuh 43,66 persen. Hal ini menunjukkan rasio pajak terus mengalami peningkatan.

"PPh pasal 21 kita growth-nya di Januari 16,09 persen, tahun lalu hanya 5,12 persen. PPh Orang Pribadi growth-nya mencapai 33,18 persen kalau dibanding tahun lalu hanya 3,92 persen. Yang lebih spektakuler adalah PPh Badan, kalau dilakukan ijon pasti Januari drop. Makanya kita mendapatkan -43,36 persen tahun lalu. Tahun ini peningkatannya 43,66 persen," terangnya. 

"Untuk PPh 22 impor growth-nya 26,83 persen, tahun lalu 9,37 persen. PPN impor 24,90 persen dan tahun lalu 20,21 persen. PPnBM growth-nya 32,65 persen, tahun lalu -46,42 persen" tandas Sri Mulyani. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya