Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menyatakan program klasterisasi lahan pertanian sangat penting untuk meningkatkan produktivitas, meningkatkan kesejahteraan petani, dan ujung-ujungnya pemerataan ekonomi yang berkeadilan. Termasuk klaster komoditas pertanian dan perkebunan.Â
"Apa yang sedang dikembangkan oleh Kadin (Kamar Dagang dan Industri/Kadin) Indonesia sekarang ini, sangat kita apresiasi. Kita senang karena modelnya itu pada dasarnya adalah kluster. Cluster itu boleh namanya koperasi, boleh namanya kelompok, enggak ada masalah asal prinsip-prinsipnya berjalan dengan baik," kata Darmin di JCC, Kamis (8/3/2018).Â
Advertisement
Baca Juga
Dengan klusterisasi ini, Darmin mengaku akan sangat bermanfaat pada keluarga petani dan manajemen budidaya pertanian ke depan.
"Dengan kluster, kita membuka kesempatan bekerja sama jika ada sapi yang sakit atau istrinya sakit, bisa tetap dibantu oleh yang lain. Karena dengan kluster, maka para petani kita bisa bekerja sama," ujar dia.Â
Kluster, sambungnya, dapat diterapkan pada teknik dan manajemen budidaya yang lebih baik.
"Kalau menanam padi enggak perlu pakai mesin elektronik, tapi ada mekanik yang bisa. Sehingga yang menanam tidak perlu membungkuk. Ini kita perbaiki teknik dan manajemen budidayanya," tutur Darmin Nasution.Â
Selain itu, dia menyebut klusterisasi akan membantu pertanian dalam hal pemilihan bibit unggul.
"Kita juga bisa memilih bibit yang baik. Kita lama sekali tidak terlalu peduli dengan bibit, terutama di perkebunan dan hortikultura. Karena pengembangan bibit itu mahal. Itu hanya bisa dilakukan pemerintah dan dunia usaha," jelasnya.
"Itu sebabnya di sektor perkebunan, kita punya banyak komoditi, kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao. Jadi klaster bisa memperbaiki teknik dan manajemen budidaya yang lebih baik, bibit yang lebih baik," ujar Darmin.Â
Secara simultan, Kadin meminta pemerintah harus mengupayakan untuk melepaskan ketergantungan konsumsi masyarakat kepada beras. Program diversifikasi pangan harus lebih ditingkatkan, mengingat Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan sumber-sumber karbohidrat selain beras, seperti jagung, sorghum, kentang,sagu dan umbi-umbian.
Untuk menunjang program diversifikasi tersebut perlu ditetapkan kluster komoditas terkait, di mana untuk mencapai tujuan tersebut juga diperlukan ketersediaan lahan yang memadai. Indonesia akan mampu berswasembada dan menciptakan ketahanan pangan, dan bahkan mampu menjadi pemasok kebutuhan dan lumbung pangan dunia, apabila tidak terkendala oleh ketersediaan lahan pertanian.
Menko Darmin Ungkap Sebab RI Harus Impor Beras
Pemerintah memutuskan untuk mengimpor beras hingga 500 ribu ton. Impor beras ini dilakukan melalui penugasan kepada Perum Bulog.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, langkah ini ditempuh menimbang perkembangan yang ada di lapangan.
"Kenapa baru sekarang, itu ya perkembangan yang terjadi adalah membuat kita berketetapan memang perlu impor, supaya terjaga harga bukan hanya petani terutama konsumen," kata dia di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Jakarta, Senin (15/1/2018).
Dia menambahkan, kebijakan pemerintah tidak hanya memperhatikan petani melainkan juga konsumen. Meski begitu, dia menegaskan, tidak akan mengorbankan kepentingan petani.
"Pemerintah bukan hanya berurusan dengan petani, tapi juga berkepentingan bagi konsumen. Tapi tanpa mengorbankan kepentingan petani," ujar dia.
Terkait data produksi beras, Darmin akan menyerahkannya kepada BPS dan BPPT. Sejalan dengan itu, pemerintah juga akan merilis one map policy supaya data produksi lebih akurat.
"Untuk data tadi sudah saya jelaskan kita akan mengorganisir dari Kantor Menko, sehingga data produksi, data luas lahan, dan produktivitas itu akan kita dasarkan kepada data BPS yang dibantu BPPT. Kemudian kita juga mendasarkan dengan data one map policy. Dan juga mendasarkan verifikasi-verifikasi yang dilakukan di lapangan," tukas dia.
Advertisement