Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 700 pekerja PT Freeport Indonesia tengah menunggu kejelasan nasibnya pasca dirumahkan dan di-PHK. Hal tersebut merupakan temuan dari lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Lokataru.
Pendiri Lokataru, Haris Azhar mengatakan, ada tiga hal yang menjadi pemicu masalah ketenagakerjaan di perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut. Pertama, adanya konflik kepentingan di internal perusahaan.
"Ini sepertinya ada perang pengaruh dalam internal Freeport. Ada orang yang ingin menunjukkan bahwa siapa yang mengontrol karyawan. Ini sedang ada pertarungan menuju FI 1 (Jabatan Direktur Utama Freeport Indonesia)," ujar dia di Jakarta, Minggu (11/3/2018).
Advertisement
Baca Juga
Kedua, Freeport beralasan keputusan untuk merumahkan dan memberhentikan pekerjanya lantaran dipicu oleh kebijakan pemerintah soal ekspor konsentrat. Keputusan tersebut dianggap sebagai senjata Freeport untuk melawan kebijakan pemerintah Indonesia.
"Kedua, juga ada upaya tekanan dari Freeport kepada pemerintah Indonesia, karena masa jangka waktu untuk mengikuti UU sudah lewat. UU minerba kan disahkan 2009, dikasih jangka waktu beberapa tahun perusahaan minerba untuk menyesuaikan diri," kata dia.
"PT Freeport ini kan rezim kontrak karya, UU Minerba ini berubah jadi rezim izin. Freeport tidak mau rezim izin, mau tetap kontrak karya. Kalau tetap dipaksa, nih pecat warga negara kamu,"Â tambahnya.
Â
Serikat Pekerja
Ketiga, Haris melihat manajemen Freeport juga ingin menyingkirkan keberadaan serikat pekerja di perusahaannya. Hal ini karena keberadaan serikat pekerja dinilai menjadi hambatan bagi perusahaan.
"Mereka lagi mau menyingkirkan serikat pekerja, karena dalam kebijakan furlough (merumahkan pekerja), hanya mengena ke yang merupakan aktivis pekerja. Kenapa mau dihilangkan? Karena keberhasilan dari serikat pekerja seperti pada 2011 menaikkan gaji hingga 40 persen," tandas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement